Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Lokasi-lokasi Ini Tak Terjamah Info Virus Corona, Berikut Daftarnya

Kompas.com - 13/07/2020, 15:48 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

KOMPAS.com - Virus corona telah menulari lebih dari 12 juta orang dan merenggut 540.000 jiwa lebih di dunia, tapi di beberapa tempat masih ada yang tidak mengetahui informasinya.

Covid-19 yang telah mengubah dunia selama enam bulan terakhir, membuat perjalanan internasional terhenti dan menjerumuskan ekonomi dunia ke jurang resesi.

Tetapi ada sejumlah kelompok orang yang tak tahu adanya pandemi corona, meski mereka sendiri sangat rentan tertular.

Baca juga: 3 Negara Rebutan Sungai Nil, Polemik Bendungan GERD Makin Kusut

1. Banyak migran Ethiopia belum pernah mendengar

Di Afrika, banyak migran Ethiopia melakukan perjalanan berbahaya melintasi bentang alam.

Somalia merupakan perhentian pertama sebelum mereka sampai ke Yaman, kemudian ke Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya untuk mencari pekerjaan. Demikian penuturan dari Carlotta Panchetti, pekerja dari Organisasi Migrasi Internasional (IOM) PBB di Mogadishu.

"Yang kami bicarakan di sini adalah migran muda, dengan jumlah persentase tinggi anak-anak tanpa pendamping atau perempuan yang bepergian sendiri yang benar-benar putus asa mencari peluang yang lebih baik," katanya.

"Mereka bermigrasi dalam kondisi yang sangat mengerikan, jadi mereka hanya berjalan melalui padang pasir tanpa barang, hanya ditemani sebotol air bersama mereka."

Baca juga: Sengketa Bendungan GERD di Sungai Nil, Ethiopia Yakin Tak Rugikan Siapa Pun

Dia mengatakan ketika IOM mulai mensurvei migran yang mereka temui untuk mengetahui apakah mereka tahu tentang virus corona, dan jumlahnya mengejutkan.

Pada Maret, ketika virus corona mulai menyebar melalui Somalia dan dinyatakan sebagai pandemi, 88 persen migran yang disurvei IOM belum pernah mendengar tentang virus ini.

Pada akhir Juni, kesadaran soal pandemi mulai ada, tetapi 49 persen masih tetap tidak menyadari jika virus corona sudah menjadi pandemi dunia.

Sepasang migran Ethiopia berjalan di Lac Assal, sebuah danau air asin sekitar 120 km barat ibu kota Djibouti, dalam perjalanan mereka ke kota pelabuhan Obock di mana mereka berharap untuk naik perahu menyeberangi Teluk Aden. Somalia 2017.MUSE MOHAMMED/IOM via ABC INDONESIA Sepasang migran Ethiopia berjalan di Lac Assal, sebuah danau air asin sekitar 120 km barat ibu kota Djibouti, dalam perjalanan mereka ke kota pelabuhan Obock di mana mereka berharap untuk naik perahu menyeberangi Teluk Aden. Somalia 2017.
"Hampir setengah dari populasi yang kami jangkau dan survei masih belum pernah mendengar Covid-19," katanya.

"Ini karena kurangnya akses ke internet, ke informasi yang dapat diandalkan, dan dapat dihambat oleh hambatan bahasa."

Baca juga: Hendak Mengungsi ke Yaman, Migran Somalia Tak Tahu di Sana Ada Perang

Ketika para migran diberi tahu tentang virus mematikan yang sangat menular ini, respons yang diterima Carlotta dari mereka rata-rata tidak percaya, terkejut, skeptis, takut, dan merasa tidak pasti.

"Sekarang ada stigma tambahan bahwa (mereka) mungkin pembawa virus," katanya.

Berbicara dari sebuah kamp pengungsi internal, sebuah video yang dirilis IOM menampilkan seorang ibu dari enam anak asal Somalia, Halima Ibrahim Hassan.

Halima mengatakan IOM memberitahunya tentang virus corona pada akhir Maret dan menasihatinya tentang social distancing dan kebersihan tangan.

"Kami sangat menghargai ini. Sesuai dengan nasihat itu, saya jadi sering mencuci tangan," katanya.

Dalam video lain, seorang pekerja IOM terlihat berjalan sambil berbagi nasihat kesehatan melalui megafon di kamp dan tempat penampungan sementara.

"Virus ini tidak hanya menyerang orang non-Muslim, virus ini bisa menular ke semua manusia," katanya.

"Penyakit ini hanya bisa dicegah melalui kebersihan."

Baca juga: Ribuan Warga di Negara Ini Tak Tahu Apa Pun soal Covid-19, Dikira Gejala Diare

Sekelompok migran Ethiopia berjalan menuju Kota Burao di Somaliland. Migran yang datang dari Ethiopia biasanya transit Kota Burao dalam perjalanan mereka ke kota pelabuhan Bossaso di mana mereka berharap bisa masuk ke salah satu perahu karet/kayu untuk menyeberangi Teluk Aden. Somalia 2020.MUSE MOHAMMED/IOM via ABC INDONESIA Sekelompok migran Ethiopia berjalan menuju Kota Burao di Somaliland. Migran yang datang dari Ethiopia biasanya transit Kota Burao dalam perjalanan mereka ke kota pelabuhan Bossaso di mana mereka berharap bisa masuk ke salah satu perahu karet/kayu untuk menyeberangi Teluk Aden. Somalia 2020.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan infeksi Covid-19 telah menyebar di Afrika dengan jumlah orang yang tertular lebih dari 500.000 kasus dan 11.000 orang meninggal.

Di Ethiopia sendiri tercatat 6.000 kasus dan 100 kematian karena virus corona, sementara Somalia mencatat lebih dari 3.000 kasus dan setidaknya 90 orang telah meninggal dunia.

Juru bicara IOM Afrika Yvonne Ndege menambahkan, kebanyakan dari mereka rentan terhadap virus tersebut karena sering tidur saling berdekatan satu sama lain dan rute migrasi yang mereka lalui memiliki keterbatasan fasilitas kesehatan dan sanitasi.

"Kenyataannya adalah sebagian dari masyarakat yang paling rentan di dunia, yang cenderung tertular penyakit yang mematikan ini, malah tidak mengetahui bahwa virus ini eksis. Ini mengerikan," katanya.

Baca juga: Berlayar di Tengah Laut, Pasangan Ini Tak Tahu Dunia Dilanda Covid-19

2. Myanmar: warga "buta dan tuli" terhadap virus corona

Beberapa pekerja kemanusiaan mengatakan kepada Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International, pemadaman internet terlama di dunia di sejumlah kawasan Myanmar telah memutus akses ke informasi penting, termasuk tentang virus corona.

Sembilan kota di negara bagian Rakhine dan Chin telah terputus dari akses seluler sehingga berdampak pada sekitar 1 juta orang yang tinggal di zona konflik.

"Myanmar telah mengalami pemadaman internet selama setahun. Beberapa warganya masih tidak tahu ada pandemi," kata wakil direktur HRW Asia, Phil Robertson di akun Twitter-nya.

Ia mengatakan kepada ABC, mustahil mengetahui berapa banyak orang di desa-desa di wilayah pemadaman internet itu yang tahu tentang virus corona, tapi ia memperkirakan ada puluhan ribu orang berada di kamp-kamp pengungsian yang sering kali merupakan inkubator ideal untuk penyebaran cepat penyakit.

"Hanya beberapa orang saja di kamp pengungsian yang mengetahui tentang Covid-19 ini," kata seorang pekerja kepada Amnesty International yang mengestimasi hanya 5 persen saja yang tahu jika virus ini berbahaya.

Baca juga: Terlama di Dunia, Pemblokiran Internet di Rakhine Masuki Tahun Kedua

Seorang warga dari Minbya menyampaikan kepada Amnesty International, bahwa mereka tahu tentang Covid-19 dari TV, koran, dan siaran parabola ilegal, tetapi tidak memiliki akses yang termutakhir dari internet.

"Saya khawatir karena di saat perang kami masih dapat bersembunyi di hutan, tapi kami jelas tidak bisa lari dan bersembunyi dari virus," katanya.

Wanita penduduk migran di Somalia (kanan) saat menerima penyuluhan petugas tentang cara melindungi diri dari virus corona di kamp Weydow IDP, Mogadishu, Somalia. Foto diambil pada 10 Juni 2020.AP/HAMZA OSMAN Wanita penduduk migran di Somalia (kanan) saat menerima penyuluhan petugas tentang cara melindungi diri dari virus corona di kamp Weydow IDP, Mogadishu, Somalia. Foto diambil pada 10 Juni 2020.
"Rasanya kami seperti buta dan tuli, dan tidak ada seorang pun yang melaporkan apa yang terjadi di Minbya."

Phil Robertson mengatakan, pemadaman internet telah didesain untuk membuat orang-orang di Rakhine dan komunitas internasional buta informasi tentang konflik yang terjadi di sana.

"Pemerintah sudah berlaku tidak adil dengan memutus orang-orang ini dari informasi tentang wabah Covid-19."

Juru bicara pemerintah, Zaw Htay, mengatakan tidak bisa menerima pertanyaan dari media melalui sambungan telepon sebelum menutupnya. Ia juga tidak merespons lagi panggilan telepon maupun pesan yang dikirimkan kepadanya,

Angka penularan Covid-19 di Myanmar tercatat sangat rendah, dengan hanya 316 kasus dan 6 kematian. Tetapi ini menimbulkan banyak pertanyaan, termasuk soal pengetesan dan kualitas sistem kesehatan.

Baca juga: Tambang Batu Giok di Myanmar Longsor, 113 Orang Tewas

3. Komunitas adat di Amazon, Brasil

Brasil telah menjadi salah satu negara yang paling terpukul di dunia akibat virus ini, di peringkat kedua setelah Amerika Serikat.

Brasil mencatat lebih dari 1,6 juta kasus, termasuk Presiden Jair Bolsonaro yang kerap menyepelekan virus ini dan kini dinyatakan tertular virus corona.

Lebih dari 66.000 orang telah meninggal, dengan tingkat kematian masyarakat adat terpencil lebih tinggi diperkirakan jumlahnya lebih dari 400 kematian dan 12.000 kasus penularan.

Tiago Amaral penasehat internasional untuk Artikulasi Masyarakat Adat di Brasil (APIB) mengatakan, di saat mayoritas dari 300 masyarakat adat Brasil terhubung ke media dan mengetahui wabah virus corona, ada sekitar 107 kelompok masyarakat adat yang tidak memiliki kontak dengan dunia luar.

Kelompok-kelompok dengan kontak yang sangat terbatas atau nol itu tidak akan menyadari bahwa virus itu ada, katanya.

"Mungkin beberapa dari mereka bahkan tidak tahu ... dan itu hal yang baik, karena mereka terisolasi," katanya.

Baca juga: Kepala Suku Amazon Tewas karena Covid-19, Pemakaman Diiringi Tarian dan Nyanyian

Tiago mengatakan, beberapa kelompok "berhak merasa takut" melakukan kontak dan tinggal jauh di Amazon.

Brasil sebenarnya memiliki undang-undang yang membantu melindungi cara hidup masyarakat adat, tetapi meningkatnya jumlah perampas tanah dan penebang di bawah pemerintah sayap kanan membuat Amazon dalam risiko.

Dia menambahkan fokus utama kesehatan masyarakat adat adalah mencegah penyebaran penyakit ke wilayah adat.

"Sudah jelas, sejak awal, bahwa Pemerintah Federal tidak akan menjadi sekutu untuk memerangi pandemi ini," katanya.

"Sangat jelas masyarakat adat harus menciptakan sarana bagi diri mereka sendiri untuk melindungi diri mereka sendiri."

Dia mengatakan, kelompok-kelompok pejuang hak-hak masyarakat adat telah bersatu dan memetakan sebuah rencana untuk membangun pangkalan kesehatan darurat sederhana di zona-zona yang paling parah, selain juga melakukan kampanye dan mengumpulkan uang untuk peralatan.

Baca juga: 38 Suku Amazon di Brasil Terinfeksi Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Global
OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

Global
Israel Kerahkan Tank ke Rafah, Ambil Alih Kontrol Perbatasan

Israel Kerahkan Tank ke Rafah, Ambil Alih Kontrol Perbatasan

Global
Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Serangan Rusia di Sumy Ukraina Tewaskan 1 Warga Sipil, 2 Anak Luka-luka

Global
Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Otoritas Keselamatan Udara AS Selidiki Pemeriksaan Pesawat Boeing

Global
Kesalahan Teknis, Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Kesalahan Teknis, Boeing Tunda Peluncuran Kapsul Luar Angkasanya

Global
5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

5 Teknologi Tertua di Dunia yang Masih Digunakan

Global
AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

AS, Inggris, dan Sebagian Besar Negara Uni Eropa Tak Akan Hadiri Putin

Global
Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Israel Larang Al Jazeera, Kantor Ditutup dan Siaran Dilarang

Global
Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Militer Israel Ambil Alih Kendali Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir, Ada Maksud Apa?

Global
Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Rafah, Kota Oasis di Sinai-Gaza yang Terbelah Perbatasan Kontroversial

Internasional
Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Hari Ke-12 Sidang Uang Tutup Mulut, Trump Diperingatkan Bisa Dijatuhi Hukuman Penjara

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com