Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Zainab, 7 Tahun Menanti Kehadiran Buah Hati, Hanya Berjumpa 4 Jam Sebelum Tewas akibat Pembantaian

Kompas.com - 14/05/2020, 22:38 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

 

KABUL, KOMPAS.com - Setelah berjuang untuk hamil selama bertahun-tahun, Zainab (27) melahirkan bayi laki-laki pada Selasa pagi di sebuah rumah sakit kecil di sudut barat daya Kota Kabul.

Dia sangat gembira dan menamai putranya itu Omid, yang berarti 'harapan' dalam bahasa Dari.

Sekitar pukul 10 pagi, satu jam sebelum dia dan keluarganya bersiap untuk pulang ke provinsi Bamiyan yang dapat ditempuh dengan tiga jam perjalanan jauhnya, tiga pria bersenjata yang menyamar sebagai polisi menyerbu ke bangsal bersalin rumah sakit dan mulai menembak.

Zainab, yang bergegas kembali dari kamar mandi setelah mendengar keributan itu, pingsan ketika melihat penembakan itu.

Dia telah berusaha memiliki anak selama tujuh tahun, menunggu sembilan bulan untuk bertemu putranya dan hanya memiliki empat jam bersamanya sebelum akhirnya bayinya itu terbunuh.

"Saya membawa menantu perempuan saya ke Kabul agar dia tidak kehilangan bayinya," kata Zahra Muhammadi, ibu mertua Zainab yang tidak bisa menahan kesedihannya.

"Hari ini kami akan membawa jenazahnya ke Bamiyan."

Baca juga: Taliban Tolak Damai Saat Ramadhan, Sebut Itu Tidak Rasional

Tidak ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas pembantaian 24 orang, termasuk 16 wanita dan dua bayi baru lahir itu.

Ada pun enam bayi lainnya kehilangan ibu mereka dalam serangan yang telah mengguncang negara yang telah mati rasa oleh perang dan kekerasan militan bertahun-tahun.

"Dalam lebih dari 20 tahun karier saya, saya belum menyaksikan tindakan yang mengerikan dan brutal," kata Dr Hassan Kamel, direktur Rumah Sakit Anak Ataturk di Kabul.

Pasca serangan itu, pada hari yang sama setidaknya 32 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri pada pemakaman di Provinsi Timur Nangarhar.

Serangan bom bunuh diri itu mengancam akan menggagalkan kemajuan menuju pembicaraan damai yang diperantarai Amerika Serikat (AS) antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.

Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani mengutuk serangan itu dan memerintahkan militer untuk beralih ke mode ofensif dan bukan taktik pertahanan yang diadopsi, sementara pasukan AS ditarik dari negara itu setelah perang yang panjang dan tidak berujung.

Baca juga: Taliban Bunuh Puluhan Polisi Afghanistan dalam Dua Kali Serangan

Taliban, kelompok garis keras utama, telah membantah keterlibatan dalam kedua serangan itu, meski pun kepercayaan di antara para pejabat dan masyarakat luas terhadap kelompok itu semakin menipis.

Kelompok Negara Islam atau ISIS menjadi satu-satunya tersangka, mereka pada akhirnya mengaku berada di balik aksi bom bunuh diri di Provinsi Nangarhar.

Kami memberinya nama 'Harapan'

Muhammadi, ibu mertua Zainab mengatakan dia melihat salah satu penyerang menembaki wanita hamil dan ibu yang baru melahirkan, bahkan ketika mereka meringkuk di bawah ranjang rumah sakit.

"Kami memberinya nama Omid. Harapan untuk masa depan yang lebih baik, harapan untuk Afghanistan yang lebih baik dan harapan untuk seorang ibu yang telah berjuang untuk memiliki anak selama bertahun-tahun," katanya kepada Reuters melalui telepon di Kabul.

Orang-orang bersenjata kemudian berbalik dan menyasar pada buaian tempat Omid tertidur.

Ketika suara peluru bergema di seluruh bangsal, Muhammadi berkata dia pingsan karena ketakutan.

"Ketika saya membuka mata, saya melihat bahwa tubuh cucu saya telah jatuh ke tanah, berlumuran darah," kenangnya dengan meratap sedih.

Menurut keterangan pejabat pemerintah, serangan di Kabul itu dimulai pada pagi hari ketika orang-orang bersenjata memasuki rumah sakit Dasht-e-Barchi, melempar granat dan menembak.

Pasukan keamanan kemudian diketahui telah membunuh para penyerang pada sore hari.

Baca juga: Kelompok ISIS Disebut Buang Jenazah Korbannya ke Jurang Suriah

Rumah sakit yang dikelola pemerintah dengan 100 tempat tidur ini juga memiliki klinik bersalin yang dikelola oleh Doctors Without Borders, juga dikenal dengan istilah dalam bahasa Perancis, Médecins Sans Frontières (MSF).

Beberapa jam sebelum serangan, MSF mengunggah foto bayi yang baru lahir di Twitter dalam pelukan ibunya di klinik setelah selamat dalam operasi caesar darurat.

Pada Rabu, MSF mengecam serangan itu, menyebutnya "memuakkan" dan "pengecut".

"Ketika pembantaian terjadi, seorang wanita tengah melahirkan bayinya dan keduanya dalam kokndisi baik," ungkap pihak MSF dalam sebuah pernyataan, "Lebih dari apa pun, MSF akan selalu mendukung dalam solidaritas untuk warga Afghanistan."

Kepala misi PBB di Afghanistan, Deborah Lyons mengutuk pembantaian di rumah sakit itu dalam kicauannya,

"Siapa yang menyerang bayi baru lahir dan ibu mereka? Siapa? Orang yang paling tak berdosa, seorang bayi! Mengapa?"

Dalam sebuah pernyataan, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Selasa mengutuk dua serangan itu.

Dia mencatat bahwa Taliban telah menolak bertanggung jawab dan mengatakan kurangnya kesepakatan perdamaian membuat Afghanistan rentan terhadap kekerasan itu.

Baca juga: Lima Rudal ISIS Hantam Pangkalan Udara AS di Afghanistan

Pompeo juga menggambarkan upaya perdamaian yang tersendat, yang merencanakan perundingan damai intra-Afghanistan pada 10 Maret, sebagai "peluang penting bagi rakyat Afghanistan untuk membangun front persatuan melawan ancaman terorisme."

Namun, pembicaraan itu belum dimulai.

Pentagon menolak untuk mengomentari niat Presiden Ghani yang memulai kembali operasi ofensif.

Pentagon hanya mengatakan bahwa militer AS akan terus mempertahankan hak untuk membela pasukan keamanan Afghanistan jika mereka diserang oleh Taliban.

Hubungan antara pemerintah di Kabul dan gerakan Taliban, yang digulingkan dari kekuasaan pada 2001 oleh serangan yang didukung AS dalam menanggapi serangan 11 September, sudah usang.

Dan peristiwa pembantaian pada Selasa akan membuat pemulihan hubungan menjadi lebih sulit.

"Tampaknya tidak ada gunanya melanjutkan keterlibatan Taliban dalam 'pembicaraan damai'," kata Penasihat Keamanan Nasional Afghanistan, Hamdullah Mohib dalam sebuah kicauan di Twitter.

Bagi Afghanistan, serangan rumah sakit juga berisiko lebih lanjut dan mengganggu layanan kesehatan yang berjuang di tengah tantangan pandemi virus corona.

Lebih dari sepertiga kasus virus corona di Kabul telah terjadi di antara dokter dan staf layanan kesehatan sebagaimana dilaporkan Reuters pada awal Mei.

Baca juga: Kementerian Afghanistan: Taliban Harus Patuhi Gencatan Senjata untuk Hentikan Penularan Virus Corona

Tingginya tingkat infeksi di kalangan petugas kesehatan telah memicu peringatan di antara petugas medis dan beberapa dokter dan telah menutup klinik mereka.

Setidaknya 5.226 orang telah terinfeksi oleh virus corona dan 132 orang dinyatakan meninggal berdasarkan keterangan kementerian kesehatan.

Pembantaian di rumah sakit bersalin itu telah mengguncang komunitas medis kecil di Kabul sampai ke intinya.

Perawat dan dokter yang selamat dari serangan rumah sakit mengatakan bahwa mereka syok, dan melanjutkan tugas akan menjadi tantangan emosional di atas ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi.

"Tadi malam saya tidak bisa tidur, karena adegan seram dari serangan itu terus melintas di pikiran saya," kata Masouma Qurbanzada, seorang bidan yang melihat pembunuhan itu.

"Sejak kemarin keluarga saya telah mengatakan kepada saya untuk berhenti bekerja di rumah sakit, tidak ada yang berharga bagi hidup saya. Tetapi saya mengatakan kepada mereka, 'Tidak, saya tidak akan berhenti bekerja sebagai pekerja kesehatan'."

Para pejabat di MSF mengatakan mereka berusaha untuk menormalkan operasional dan telah menerima dukungan dari rumah sakit lain untuk merawat belasan bayi dan orang dewasa yang terluka dalam serangan itu.

Namun, beberapa petugas medis di rumah sakit mengatakan akan sulit untuk melanjutkan operasional.

"Orang-orang bersenjata itu meledakkan tangki air dan kemudian mulai menembak wanita. Saya melihat genangan air dan darah dari celah kecil ruang aman di mana beberapa dari kami berhasil mengurung diri kami," kata seorang perawat MSF anonim.

"Saya melihat pasien dibunuh bahkan ketika mereka telah memohon tetap hidup di bulan suci Ramadhan. Sungguh sangat sulit bagi saya untuk bekerja saat ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com