BERGAMO, KOMPAS.com - Sebuah gereja di Bergamo, Italia, yang sempat menjadi rumah duka selama wabah Covid-19 akhirnya tak lagi menerima peti jenazah.
Dalam foto yang diunggah Wali Kota Giorgio Gori, tempat yang dulunya jadi lokasi peti diletakkan sudah kosong, dengan hanya bunga di sudut.
Foto yang diposting Gori itu seolah menjadi simbol Italia yang mulai mendapatkan udara segar setelah terhantam Covid-19, yang membunuh 23.000 orang.
Baca juga: Wilayah Miskin Bebas Covid-19, Italia Nyatakan Kemenangan
Bergamo merupakan kota makmur yang berada di region utara Lombardy sebagai lokasi terdampak paling parah, di mana setengah dari korban virus corona Italia tercatat di sana.
Pemimpin dinas darurat wabah corona, Domenico Arcuri, menyatakan korban tewas karena wabah di sana lima kali lebih banyak dari kematian akibat pengeboman saat Perang Dunia II di Milan.
"Kami hidup di tengah tragedi yang masih belum teratasi," kata Arcuri menggambarkan 12.000 korban meninggal di Lombardy, angka yang menurutnya "mengejutkan".
Dinas perlindungan sipil dikutip AFP Sabtu (18/4/2020) mengatakan, lebih dari 90 persen kasus wabah terbaru Negeri "Pizza" terjadi di Lombardy.
Karena kamar mayat lokal tidak sanggup menangani banyaknya kematian di Bergamo, pemerintah setempat terpaksa meminta bantuan militer.
Maret lalu, pasukan Italia membawa puluhan peti jenazah ke gereja, atau diarahkan ke krematorium yang berlokasi di kota tetangga.
Foto memilukan yang tersebar menunjukkan petugas mengenakan baju pelindung memasukkan peti ke dalam gereja.
Baca juga: Jeritan Pelaku Penjarahan Supermarket di Tengah Lockdown Italia: Kami Butuh Makan
Gori menyatakan, angka mortalitas karena pandemi di Bergamo jauh lebih buruk dari pada yang dipaparkan dalam data resmi pemerintah.
Sekitar 795 warga kotanya meninggal dalam kurun waktu enam pekan sejak awal Maret. Sekitar 626 lebih banyak dari periode yang sama 10 tahun terakhir.
Tetapi, hanya 272 kematian karena Covid-19 yang terverisikasi. Sebabnya, otoritas hanya mencatatkan kasus meninggal di rumah sakit.
Gori menuturkan pada pekan lalu, mereka tidak sempat melakukan pencatatan korban tewas di rumah maupun fasilitas seperti panti jompo.
Epidemi itu mulai menunjukkan penurunan, dengan pasien yang berada di bagian rawat intensif menurun di bawah 1.000. Pertama kalinya dalam sebulan terakhir.
Baca juga: Mafia Italia Bagikan Makanan Gratis ke Keluarga Miskin Saat Lockdown, Pakar: Itu Taktik
Sejumlah pihak kemudian mulai mendesak pemerintah untuk mencabut lockdown berdurasi dua bulan, yang berakhir pada 4 Mei dan sudah merusak ekonomi negara.
Tetapi Arcuri menekankan, menurutnya sangatlah salah jika berbicara mengenai konflik antara kesehatan dengan upaya pemulihan ekonomi.
"Tanpa adanya upaya memperbaiki kesehatan dan meningkatkan keselamatan, membicarakan pemulihan ekonomi hanya seperti kedipan mata," terangnya.
Penasihat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), Walter Ricciardi, memperingatkan bahwa gelombang kedua penyebaran adalah keniscayaan.
"Karena itu, penting agar pemerintah tidak terburu-buru dan memutuskan mempercepat pencabutan lockdown untuk mencegah penyebaram." kata dia.
Meski begitu, ada juga yang memutuskan melanggar aturan, di mana otoritas melaporkan ada 8.200 orang yang tak mengindahkan imbauan pembatasan sosial.
Di Saviano, kota dekat Naples, ratusan orang, termasuk penegak hukum, memenuhi jalan untuk memberikan penghormatan bagi tim medis yang terbunuh karena Covid-19.
Baca juga: Hindari Gelombang Kedua Virus Corona, Italia Perpanjang Lockdown sampai 3 Mei
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.