SEATTLE, KOMPAS.com - Senin (16/3/2020) vaksin virus corona mulai diuji coba di Amerika Serikat (AS) dengan tiga tahapan.
Uji coba ini melibatkan 45 orang sukarelawan yang mendapat suntikan vaksin di fasilitas penelitian Kaiser Permanente, Seattle, AS.
Moderna Therapeutics, perusahaan bioteknologi asal Massachussets di balik vaksin ini, mengklaim bahwa vaksin telah dibuat dengan proses yang telah diuji.
Baca juga: Kabar Baik di Tengah Wabah Corona: Vaksin yang Dikembangkan Bisa Tahan Lama
Kemudian dilansir dari The Irish Times, uji coba vaksin ini berlangsung dalam tiga tahap.
Tahap pertama, vaksin disuntikkan ke sekelompok kecil orang dewasa, untuk memastikan vaksin aman digunakan.
Uji coba tahap pertama ini kemungkinan akan berlangsung selama dua bulan.
Kemudian di tahap kedua, keamanan vaksin diuji coba pada kelompok yang lebih besar, untuk melihat apakah ada efek samping.
Lalu tahap ketiga adalah yang terbesar, dengan menguji coba sekitar puluhan ribu orang.
Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Edward Jenner, Penemu Vaksin
"Pengujian paling ketat adalah di tahap ketiga, yang melibatkan puluhan ribu orang untuk diuji," kata Profesor Kingston Mills, immunologis di Trinity College Dublin.
Selanjutnya, keputusan ada di tangan Badan Obat-obatan Eropa serta Administrasi Makanan dan Obat-obatan di AS untuk memutuskan, apakah vaksin bisa diberi lisensi.
Dikarenakan situasi yang mendesak, keputusan ini mungkin bakal didasarkan pada pengujian keamanan dan keampuhan yang lebih terbatas, dari yang biasanya diperlukan untuk vaksin baru.
Baca juga: Sukarelawan China Ceritakan Pengalaman Uji Coba Vaksin Virus Corona
Sementara itu pihak regulator ada kemungkinan akan mempercepat pengambilan keputusan, tetapi Profesor Mills menyakinkan mereka tidak akan melanggar aturan.
"Mereka tidak akan mengeluarkan vaksin jika tidak aman digunakan dan tidak efektif," ujarnya tegas.
Vaksin corona mungkin akan menjadi vaksin tercepat yang diproduksi di dunia. Sebab, menurut Profesor Mills sebuah vaksin biasanya butuh 10-15 tahun untuk bisa mendapat persetujuan pemakaian.
Baca juga: Cerita Pengalaman Relawan Menjalani Uji Coba Vaksin Corona di Wuhan
Profesor Mills juga memahami kekhawatiran publik tentang ketiadaan obat atau vaksin Covid-19 sampai sekarang.
Untuk menjawabnya dia mengandaikan, jika peneliti mengeluarkan produk yang tidak efektif atau menyebabkan efek samping, maka peneliti itu akan hilang kepercayaan dari publik.
Profesor Michael Farzan dari Scripps Institute di Florida, mengatakan virus SARS-CoV-2 cenderung lebih lambat berkembang dibandingkan virus RNA lainnya seperti influenza yang banyak bermutasi.
Baca juga: Vaksin Cacar, Vaksin Pertama yang Berhasil
Virus flu sangat sering bermutasi, sehingga diperlukan vaksin baru setiap musim dingin, itu pun hanya untuk jenis yang dominan.
"Saya akan katakan HIV adalah yang paling sulit (dibuat vaksinnya), flu di tengah-tengah, dan sesuatu seperti virus corona ini relatif mudah dikembangkan vaksinnya," kata Profesor Farzan dikutip dari The Irish Times.
Baca juga: Mengapa Isolasi dan Karantina Penting untuk Cegah Penyebaran Corona?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.