Asumsinya, setelah mengundurkan diri, ia kembali dipilih oleh Parlemen Malaysia. Maka, segala hal ihwal yang berkaitan dengan komitmen, janji atau perikatan politik antara dirinya dengan Anwar Ibrahim, putus secara otomatis.
Mahatir melanggengkan kekuasaan. Bill tagihan dari Anwar Ibrahim tinggal disobek begitu saja.
Menyaksikan itu, Awar Ibrahim mulai meradang.
“Mahatir Muhammad mengkhianati saya,” katanya.
Kehendak Yang Kuasa berkata lain. Muhyiddin Yassin melakukan gerakan politik, menggembosi suara Mahatir Muhammad di parlemen. Lalu, ia sendiri mengumpulkan suara-suara Mahatir Muhammad itu menjadi miliknya.
Raja pun menolak mengangkat Mahatir Muhammad. Maka, jadilah Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri.
Mahatir Muhammad gigit jari. Anwar Ibrahim tinggal mengenang harapan-harapan indah.
Di sini berlaku peribahasa: Siapa yang menabur angin, dia akan menuai badai. Mahatir Muhammad dan Anwar Ibrahim menuai badai itu.
Menyaksikan politik Malaysia tersebut, saya pun teringat kejadian di tahun 2013.
Saat itu, dua seteru, Najib Razak dan Anwar Ibrahim saling berhadap-hadapan untuk memperebutkan kursi Perdana Menteri, yang ketika itu sedang dijabat oleh Najib Razak.