Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/12/2022, 08:31 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Banyak hal yang tidak berubah dari warung Kopi Solong sejak berdiri pada 1974.

Jika sempat mampir ke warung kopi legendaris di Ulee Kareng, Banda Aceh ini, lihat saja tampilan interior dan perabotnya yang masih tampak asli. Bahkan, logo warung kopi juga tidak berubah sejak dulu.

"(Logo) memang dipertahankan karena sudah brand-nya. Solong itu ada gambar kopi tiga biji," ujar Nawawi, generasi kedua pemilik Kopi Solong kepada tim Merapah Trans-Sumatra 2022 Kompas.com, sembari menunjuk ke arah logo warung kopinya yang tercetak besar pada dinding.

Baca juga: Itinerary Seharian di Aceh, Ngopi hingga Nikmati Sunset di Pantai

Nawawi masih ingat betul ketika dirinya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) mulai belajar berjualan kopi dari ayahnya, Muhammad Saman atau Abu Solong, yang mendirikan tempat tersebut.

Pada sekitar tahun 1981 ia mulai mengelola warung kopi yang dulu bernama Kopi Jasa Ayah itu. Rutinitas berlanjut hingga sekitar tahun 1990-an, kepemilikan diserahkan kepadanya.

"Sudah generasi kedua. Diserahkan ke saya, sampai sekarang. Sudah milik saya," tuturnya.

Baca juga: 19 Oleh-oleh Khas Banda Aceh, dari Camilan hingga Pakaian Adat

Cikal bakal Kota Seribu Warung Kopi

Aceh sudah sejak dulu terkenal dengan kopinya. Namun, saat itu popularitas Aceh dan kopinya masih sebatas lokal.

"Paling (pengunjung) ada orang Medan, Jakarta sedikit-sedikit. Masih lokal, lah," kata Nawawi.

Nawawi, generasi kedua pemilik Kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh.KOMPAS.com/ADITYO WISNU Nawawi, generasi kedua pemilik Kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh.

Kemudian, peristiwa tsunami melanda Aceh pada Desember 2004. Banyak orang berdatangan dari berbagai belahan dunia untuk membantu.

Ulee Kareng menjadi salah satu titik temu sehingga warung-warung kopi di Aceh kian ramai, lalu berangsur semakin berkembang dan dikenal luas.

Baca juga: Megahnya Payung Raksasa Masjid Baiturrahman Aceh, Buka Lengkap Setiap Jumat

Sekitar dua tahun setelah peristiwa tsunami, lanjut Nawawi, popularitas warung kopi di Aceh membuat Serambi Mekkah dikenal sebagai Kota Seribu Warung Kopi.

"Terus berkembang, terus berkembang, jadilah Seribu Kedai Kopi di Aceh. Sebelumnya cuma dua-tiga (warung kopi), lah," tuturnya.

Bertahan karena kualitas rasa

Meski warung kopi baru di Aceh terus bermunculan, namun Kopi Solong tetap ada di hati para pencinta kopi.

Kualitas rasa menjadi salah satu kuncinya. Bagi saya yang rutin minum kopi, misalnya, tidak merasa heran jika para konsumen kembali dan kembali lagi ke warung kopi ini.

Baca juga: Terasi Tamiang, Oleh-oleh Nikmat dari Aceh

Sebab, menu kopi hitam yang disajikan punya aroma yang harum serta terasa begitu pekat, namun tanpa ampas. Menghabiskan segelas kopi hitam Kopi Solong benar-benar bikin mata melek dan pikiran segar lagi.

Kita bisa menyantapnya sambil makan kudapan seperti kacang rebus atau pisang goreng.

Secangkir kopi hitam di Kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh.KOMPAS.com/ADITYO WISNU Secangkir kopi hitam di Kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh.

Saya juga mencoba segelas kopi sanger arabika dan robusta andalan Kopi Solong. Seperti yang diketahui, kopi khas Aceh tersebut disajikan bersama susu kental manis dan sedikit gula.

Baca juga: Mengenang 26 Desember 2004 di Museum Tsunami Aceh

Meski demikian, perpaduan rasa pahit kopi dan manisnya kental manis serta gula terasa seimbang, bahkan tidak terlalu manis bagi peminum kopi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com