Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/10/2020, 10:30 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Ampyang Maulid adalah salah satu tradisi perayaan Maulid Nabi yang setiap tahunnya dilakukan oleh masyarakat Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Dikutip Kompas, Minggu (11/1/2015) perayaan untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini melibatkan arak-arakan tandu berisikan nasi kepel yang dibungkus daun jati.

Nasi bungkus ini kemudian dirangkai mirip gunungan setinggi 1,5 meter.

Selain tandu berisi nasi, ada pula gunungan yang berisikan buah-buahan dan hasil sayuran lainnya.

Nasi bungkus dalam ampyang berisi nasi lengkap dengan kerupuk dan sayur yang dibungkus daun jati.

Setelah jadi dan ditata dalam gunungan, ampyang kemudian diarak dalam tradisi kirab dan didoakan oleh tokoh pemuka dan sesepuh agama Islam di Loram Kulon.

Baca juga: 6 Makanan Khas Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Indonesia

Setelahnya, barulah ampyang dibagikan pada warga. Tradisi pembagian ampyang ini jadi puncak acara setelah kirab berakhir.

Tradisi kirab Ampyang Maulid dipusatkan di halaman Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon. Desa ini berjarak sekitar tiga kilometer sebelah selatan kota Kudus.

Warga di sana selama bertahun-tahun ini setia menjalankan tradisi perayaan Ampyang Maulid ini dengan konsep yang tak berubah.

Menurut tokoh masyarakat setempat Anis Aminudin, tradisi Ampyang Maulid ini merupakan tradisi turun-temurun di Masjid Wali At-Taqwa.

“Tradisi Ampyang Maulid ini dilestarikan. Tradisi ini berfungsi bagi warga untuk introspeksi diri, kemudian berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad SAW,” tutur Anis.

Tradisi Ampyang Maulid ini dipercaya telah ada sejak abad ke-16. Pasalnya Masjid At-Taqwa memiliki gapura kuno dari tumpukan batu-bata abad ke-16 Masehi.

Pada tahun 1996, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah menetapkan gapura Masjid Wali At-Taqwa sebagai bangunan cagar budaya.

Baca juga: Filosofi Nasi Suci Ulam Sari, Makanan Khas Maulid Nabi Muhammad di Pacitan

Masjid ini didirikan oleh kerabat Sultan Hadlirin, yang masih bersaudar dengan Raja Kerajaan Demak Sultan Trenggono.

Menurut Traveling Chef Wira Hardiyansyah, ampyang adalah salah satu strategi syiar Islam untuk menarik simpati masyarakat. Walaupun pada awalnya mengadopsi tata cara agama Hindu.

"(Ampyang) dimaksudkan untuk ngalap berkah atau mendapat berkah, dilakukan semata-mata untuk memperingati Maulid Nabi," kata Wira ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (28/10/2020).

Tradisi kirab

Kegiatan Ampyang Maulid telah dimulai sejak pukul 05.00 WIB. Para ulama, tokoh masyarakat, dan kiai berkumpul untuk melantunkan shalawat Nabi.

Mereka juga membacakan riwayat hidup dan kisah sufi Nabi Muhammad SAW.

Setelah agak siang grup remana dan gambus dari remaja Loram Kulon biasanya akan tampil.

Mereka bermain musik dan menyanyikan lagu-lagu bernuansa Timur Tengah. Tak hanya itu, mereka juga menarikan tarian-tarian sufi gambus.

Kirab dimulai selepas tengah hari. Biasanya berawal dari Lapangan Loram terus menuju Masjid At-Taqwa yang berjarak kurang lebih 1,5 kilometer. Para warga setempat biasanya berdesakan di sepanjang jalur kirab ampyang tersebut.

Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon, KudusShutterstock/E. S. Nugraha Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon, Kudus

Peserta kirab selanjutnya akan mengitari gapura masjid lalu berhenti di ujung pintu gerbang Masjid At-Taqwa.

Peserta kirab

Peserta kirab banyak yang berasal dari kalangan remaja dan anak-anak muda, juga aktivis masjid dan mushala.

Tak hanya menampilkan hasil bumi dan gunungan ampyang, para peserta juga menampilkan replika Menara Kudus.

Tak ketinggalan replika bangunan Kabah serta tokoh-tokoh agama dalam sejarah Desa Loram Kulon.

Selain anak-anak muda dan aktivis, kamu juga bisa menemukan sejumlah pasangan pengantin. Tradisi keikutsertaan pasangan pengantin ini tidak sembarangan.

Ada tujuan yang ingin dicapai, yakni agar pengantin memperoleh keselamatan dan kebahagiaan sepanjang hidup mereka.

Baca juga: Mengenal Tradisi Muludan Endog-endogan, Rayakan Maulid Nabi di Banyuwangi

Tokoh masyarakat Loram Kulom Sholah Amir mengatakan, pesan-pesan sosial semakin ke sini semakin banyak bermunculan dalam kegiatan kirab.

Beberapa di antaranya dilakukan anak-anak muda yang mengusung tema modern dalam tradisi kirab.

Mereka menampilkan tokoh-tokoh mantan penjudi, koruptor, dan penjahat yang sudah bertobat.

Penjudi yang sudah bertobat ditunjukkan dengan seseorang yang berkalung puluhan kartu remi dengan baju bertebaran uang taruhan. Namun wajahnya tampak memelas.

Tak itu saja, ada pula penampilan setan yang dibelenggu. Barisan setan diwujudkan lewat sejumlah anak remaja yang bertelanjang dada.

Baca juga: 4 Ucapan Maulid Nabi Muhammad Tahun 2020, Pilih yang Mana?

 

Mereka mengecat badan dan muka dengan cat putih, dirias menyeramkan, dengan tangan dirantai.

Penampilan ini jadi bentuk teguran sosial untuk mengingatkan masyarakat supaya kembali pada jalan yang benar pada hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com