Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Angkringan dari Desa Ngerangan Klaten, Kini Populer di Yogyakarta

Kompas.com - Diperbarui 09/08/2021, 20:55 WIB
Theresia Amadea ,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kalau mendengar kata angkringan biasanya akan teringat Yogyakarta. Terdapat beragam angkringan yang jadi tujuan ketika lapar pada malam hari.

Baca juga: 5 Angkringan Terkenal di Yogyakarta, Angkringan KR sampai Wijilan

Gunadi dan Suwarna selaku founder ikon Desa Cikal Bakal Angkringan, mengungkapkan bahwa angkringan diciptakan warga Klaten Eyang Karso Dikromo dari Desa Ngerangan.

Angkringan lahir dari inovasi Eyang Karso Dikromo, yang masa mudanya akrab dipanggil Jukut.

Mbah Karso yang berasal dari Desa Ngerangan, Klaten tahun 1930-an merantau ke Solo saat usianya 15 tahun.

Mbah Karso bersama istrinyaDok/ Desa Cikal Bakal Angkringan Ngerangan Mbah Karso bersama istrinya

"Alasannya karena ayahnya meninggal dunia, sebagai sulung dari empat bersaudara Mbah Karso merasa bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya," ungkap Suwarna kepada Kompas.com, Minggu (30/08/2020).

Sesampainya di Solo ia bertemu dengan Mbah Wiryo, pertemuan dengan Mbah Wiryo merupakan awal dari sejarah angkringan.

Awal mula angkringan

Desa Ngerangan, tempat asal Mbah Karso pencipta angkringanDok/Desa Cikal Bakal Angkringan Desa Ngerangan, tempat asal Mbah Karso pencipta angkringan

Mbah Karso Jukut dan Mbah Wiryo berjualan makanan terikan (makanan dari Jawa Tengah dengan kuah kental dengan lauk tempe atau daging) dengan pikulan tumbu pada 1943. 

Lama kelamaan, Mbah Karso mendapatkan ide untuk menjajakan minuman agar pembeli bisa melegakan dahaga saat makan.

Mbah Karso dan Mbah Wiryo beremuk ide untuk memodifikasi pikulan jualannya. Bagian depan untuk makanan, bagian belakang untuk ceret minuman.

Dari berjualan dengan pikulan ini Mbah Karso mengajak warga dari desanya ikut berjualan sepertinya.

 

Dahulu yang hanya terikan ditambah juga makanannya seperti jadah (ketan) bakar, singkong, getuk, kacang, dan aneka sate.

Macam-macam lauk dimasukkan dalam wadah dari daun pisang yang disebut takir.

Selain aneka lauk, ditambah juga nasi kucing. Kehadiran nasi kucing ini malah menggeser pamor terikan.

Nama asal dari angkringan di Solo adalah warung hik. Asal muasal nama unik ini memiliki beragam versi.

"Ada yang menduga dari cara penjualnya menjajakannya dengan sahutan 'Hiyeek!'. Ada yang bilang pembelinya sendawa seperti itu. Versi lainnya saat penjual tersandung mengatakan 'hiyek!'. Jadi tidak pasti asal kata 'hik' itu," ungkap Suwarna.

Kepopuleran warung hik di Solo pada 1940-an akhirnya merambah ke Yogyakarta pada 1950an, baru nama angkringan lahir.

Penyebaran angkringan di Indonesia

Kata angkringan sendiri lahir dari Yogyakarta. Selain angkringan, sebutan lainnya dari Yogyakarta adalah wedangan, warung koboi, dan sego kucing.

Bentuk gerobak pertama angkringanDok/ Desa Cikal Bakal Angkringan Ngerangan Bentuk gerobak pertama angkringan

Pedagang angkringan beralih dari pikul menjadi gerobak pada 1970-an.

"Itu karena kalau kesandung air panas tumpah ke kaki, salah satu penjual yang membuat ide menggunakan gerobak. Baru jadi gerobak seperti sekarang tahun 1980an," tutur founder ikon Desa Cikal Bakal Angkringan.

Banyaknya pendatang di Yogyakarta, membuat angkringan berekspansi ke luar Solo dan Yogyakarta. Hal ini terjadi pada era 1990-an hingga kini. 

Perkembangan angkringan sekarang tidak hanya di Indonesia. Gunadi dan Suwarna mengatakan bahwa ada mahasiswa dari Yogyakarta menjual angkringan di Jepang, Amerika Serikat, dan Swedia.

Pada 26 Februari Februari 2020, Desa Ngerangan resmi menjadi Desa Cikal Bakal Angkringan.

Baca juga: Pelopor Angkringan atau Hik Wiryo Jeman Meninggal Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com