DALAM beberapa waktu belakangan, saya banyak berkunjung ke berbagai perguruan tinggi (PT), baik di Jawa Barat maupun di daerah lain. Apa yang tampak adalah sebuah kawah gunung berapi yang siap menyemburkan debu vulkanik, guna mendatangkan kesuburan pada tanah di sekitarnya. Tetapi jika tak mampu mengolah dengan baik, hal itu ibarat gunung yang meletuskan larva panas, membakar, dan menghancurkan ekosistem di sekitarnya.
Perguruan tinggi ibarat pedang bermata dua. Pandai mengurusnya, perguruan tinggi akan jadi senjata tajam penghacur berbagai persoalan bangsa. Andai salah mengurus, perguruan tinggi akan menjadi pangkal kemudaratan bagi umat manusia.
Perguruan tinggi sedang menghadapi tantangan besar. Perkembangan teknologi informasi, berbagai dinamika kebijakan, tuntutan peningkatan kualitas, menempatkan kampus harus betul-betul profesional dan matang dalam mengelola manajemennya. Kriteria akreditasi yang semakin ketat dan persaingan para dosen yang harus mengejar kiprah ilmiahnya terus digedor.
Baca juga: Daftar 25 Kampus Top Beasiswa LPDP 2023 Perguruan Tinggi Utama Dunia
Dari sanalah, dituntut bagaimana perguruan tinggi harus menjadi lembaga yang strategis untuk menyiapkan sumber daya yang berkualitas dan berdaya saing global (Sugiarto, 2019).
Sementara itu, dalam garis pengembangan pendidikan, konsep universitas harus memberi jalan bagi pengembangan kecendekiaan para pendidik di perguruan tinggi. Van Dijk dkk (2020), dalam What Makes an Expert University Teacher?, merekam jejak kecendekiaan itu. Meski belum banyak yang padu, untuk mengukur keahlian macam itu, ada kesepakatan umum.
Beberapa indikator, di antaranya, menyebutkan bahwa universitas harus memberi ruang pengembangan para dosen untuk teaching and supporting learning, membangun educational design, merancang assessment and feedback, mengembangkan educational leadership and management, menyediakan educational scholarship and research, mendorong professional development.
Indikator-indikator itu menjadi alat ukur keahlian para pengajar di dalam mengembangkan program studi, fakultas, dan perguruan tinggi mereka. Pada sisi lain, berbagai indikator itu juga menjadi alat ukur bagi pengembangan karier mereka di dunia pendidikan tinggi.
Akan tetapi, kita juga mengenali adanya paradoks di dalam pengelolaan dunia perguruan tinggi. Di satu sisi, perguruan tinggi dipacu untuk memiliki kemampuan manajerial-profesional.
Tetapi di sisi lain, tidak jarang juga civitas akademika “terjebak” dalam rutinitas internal. Mereka seakan terkungkung oleh berbagai kewajiban, akibatnya sibuk mengurusi perbaikan ke dalam.
Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad (mpr.go.id, 27/09/2022) mensinyalir, kebanyakan hasil riset perguruan tinggi tidak termanfaatkan dengan baik. Banyak yang hanya tersimpan saja, ataupun berorientasi agar cepat lulus, ataupun sekedar pemenuhan syarat kenaikan pangkat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.