Oleh: Andrea Lusi Anari*
KOMPAS.com - Intellectual humanity atau kerendahan hati intelektual menurut peneliti dan praktisi merupakan salah satu karakter yang dibutuhkan agar kita mampu cepat belajar dan beradaptasi dengan perubahan.
Mark Leary (dalam Resnick, 2019) mendefinisikan kerendahan hati intelektual sebagai kesediaan individu untuk mengakui bahwa pemahamannya mengenai berbagai hal sangat mungkin salah.
Ya, satu-satunya hal yang tidak berubah di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Dunia, dalam segala aspek kehidupan, selalu mengalami perubahan. Namun, perubahan yang kita alami hari ini tidak lagi bertahap, sedikit demi sedikit, tetapi bersifat eksponensial.
Jika kita berkilas balik kepada kehidupan kita setahun yang lalu, sebelum pandemi COVID-19 terjadi, kehidupan kita hari ini berubah drastis.
Cara kita bekerja, cara kita menjalankan bisnis, cara kita belajar, cara kita berbelanja, cara kita melakukan transaksi keuangan, bahkan cara kita berhubungan dengan orang lain pun berubah drastis.
Baca juga: 4 Ciri Orang Rendah Hati
Dalam kurun waktu satu tahun, kita telah menyaksikan begitu banyak perusahaan yang harus berhenti beroperasi karena tidak mampu bertahan menghadapi perubahan yang begitu dahsyat.
Namun, di sisi lain, kita juga melihat banyak bisnis-bisnis baru yang justru muncul karena adanya kebutuhan baru akibat dari perubahan ini. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan selalu menghadirkan paradoks: tantangan sekaligus kesempatan.
Kemampuan beradaptasi harus didukung oleh kemampuan untuk mempelajari dan menguasai hal-hal baru. Tak seorang pun pernah mengalami situasi pandemi ini. Referensi keberhasilan kita di masa lalu menjadi tidak relevan untuk menghadapi situasi ini.
Semua orang, baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin organisasi atau perusahaan, dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan profesional, semua berada dalam status “belajar”.
Lalu, bagaimana caranya agar kita mampu cepat belajar dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut?
Donald Fan, Senior Director of Global Office of Future, Diversity & Inclusion di Walmart Inc., mengatakan bahwa dalam menghadapi situasi krisis dibutuhkan pemimpin yang memiliki intellectual humility atau kerendahan hati intelektual.
Dalam menghadapi kondisi yang penuh ketidakjelasan dan ketidakpastian, pemimpin yang rendah hati akan memiliki kesadaran diri, bersikap lebih autentik, terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, serta lebih mampu menghargai kontribusi orang lain.
Oleh sebab itu, mereka lebih punya keyakinan untuk mengatasi krisis, lebih mampu memahami kebutuhan organisasi sehingga lebih mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat.
Selaras dengan hal tersebut, Marshall Goldsmith, seorang executive leadership coach dan penulis buku, mengatakan bahwa pemimpin yang sukses memiliki karakteristik tertentu, salah satunya adalah kerendahan hati intelektual.
Untuk dapat bertumbuh, kita harus memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa selalu ada ruang di dalam diri kita yang bisa kita perbaiki. Tanpa kerendahan hati, proses belajar tidak akan terjadi.
Tenelle Porter dan rekan-rekannya (2020) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah kerendahan hati intelektual merupakan salah satu faktor psikologis yang dapat memprediksi mastery behaviors.
Mastery behaviors adalah sebuah terminologi yang diperkenalkan oleh Carol Dweck & Ellen Legget (1988), yaitu perilaku-perilaku yang mengarah pada akuisisi pengetahuan dan keterampilan baru, terutama terkait dengan bagaimana perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan dan bertahan setelah mengalami kegagalan.
Baca juga: Meningkatkan Kegigihan dengan Growth Mindset