Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar IPB: Penyimpanan Salah Berpotensi Membuat Makanan Siap Saji Beracun

Kompas.com - 07/05/2021, 15:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Makanan siap saji, adalah sebutan bagi makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha.

Walaupun ketentuan dalam pengolahan pangan siap saji telah ditetapkan melalui peraturan pemerintah, namun tidak sedikit pelaku usaha yang mengolah secara sembarang.

Pengolahan pangan secara sembarang tersebut dapat menimbulkan risiko kesehatan akibat cemaran atau kontaminasi yang dihasilkan selama prosesnya.

Menanggapi hal tersebut, Prof Harsi D Kusumaningrum, Dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian membagikan ilmu mengenai risiko kontaminasi Staphylococcus aureus pada pangan siap saji.

Baca juga: Peneliti IPB Temukan Minuman Penurun Gula Darah Berbasis Rempah

Ia menjelaskan bahwa pengolahan pangan siap saji sangat beragam serta berasal dari bahan baku yang juga beragam.

Selain harus menggunakan bahan baku yang aman dan berkualitas, pelaku usaha juga harus menerapkan praktik higiene personal dan memberlakukan proses pengolahan yang baik sesuai dengan lima kunci utama World Health Organization (WHO) dalam keamanan pangan.

Dalam proses pengolahan pangan siap saji, hal yang mempengaruhi mutu dan keamanan pangannya ialah pada proses pengemasan yang dipengaruhi oleh lama penyimpanan dalam suhu ruang.

Menurut WHO, batas aman penyimpanan pangan siap saji dalam suhu ruang yakni dua jam saja. Kenyataan saat ini masih banyak pelaku usaha yang menyimpan pangan di suhu ruang lebih dari dua jam.

Baca juga: Mengandung Sianida, Ini 4 Tips Memilih Kluwek ala Pakar IPB

Padahal perkembangbiakan bakteri tergolong pesat, yakni dapat membelah diri setiap 12 hingga 20 menit. Dengan kecepatan tersebut, satu sel bakteri dapat menghasilkan jutaan sel dalam sehari.

“Apa yang terjadi bila misalnya jumlah mikrobanya demikian banyak, itu salah satunya dapat menyebabkan keracunan pangan dan infeksi pangan. Staphylococcus aureus tersebut adalah salah satu bakteri yang dapat menghasilkan toksin sehingga menyebabkan keracunan pangan,” jelasnya dilansir dari laman IPB University.

Staphylococcus aureus tersebut dapat tumbuh optimal pada produk pangan yang disimpan dalam suhu 6-48 derajat celsius dalam pH netral atau sedikit asam.

Hal unik dari bakteri tersebut adalah dapat menghasilkan toksin berjenis enterotoksin. Bakteri tersebut dapat mudah ditemukan pada pangan olahan daging, telur, susu, olahan tuna dan sebagainya.

Namun masih sulit untuk memusnahkan bakteri tersebut pada pangan olahan karena tidak semua produk melalui proses sterilisasi. Tidak heran bila masih terdapat banyak kasus keracunan pangan yang dilaporkan berbagai media, terutama pangan olahan rumah tangga seperti nasi bungkus.

Baca juga: Biaya Kuliah S1 Jalur Mandiri PTN 2021: UI, UGM, ITB

Kajian dan investigasi penyebaran S.aureus pada pangan siap saji telah dilakukannya bersama tim pada tahun 2009.

Investigasi yang dilakukan yakni mengkaji penanganan pangan oleh pengolah, mengidentifikasi S.aureus pada sampel pangan, mengidentifikasi S.aureus pada pengolah dan konsumen, serta mengkuantifikasi penyebaran S.aureus di udara.

Hasil yang diperoleh yakni 36 persen sampel pangan siap saji ditemukan positif mengandung S.aureus. Masih ditemukan pula delapan persen pengolah makanan yang tidak menggunakan alat bantu atau langsung dengan tangan.

Lama penyimpanan di suhu ruang sebelum dikonsumsi masih ada yang lebih dari batas ketentuan dua jam.

Sehingga hal lain yang perlu diperhatikan dalam higiene personal adalah potensi kontaminasi silang.

Bisa saja memungkinkan terjadinya perpindahan bakteri atau mikroorganisme dari pengolah pangan atau dari lingkungan sekitar pengolahan. Rekontaminasi S. aureus dapat mudah disebarkan melalui udara, yakni bila pengolah pangan berbicara di depan makanan.

Adapun tindak lanjut untuk mengurangi risiko kontaminasi mikroba pangan siap saji dapat dilakukan melalui penyuluhan berkelanjutan, pelibatan masyarakat termasuk media massa, pengawasan berkelanjutan, serta evaluasi kinerja.

Upaya tindak lanjut tersebut sebagian besar telah dilakukan rutin setiap tahunnya, namun kasus keracunan pangan masih saja terjadi.

“Jadi apa yang salah? Sebenarnya apakah ada yang kurang? Apakah ada perubahan dan permasalahan yang baru? Menurut pengalaman kami dari hasil pengamatan dari tahun 90-an, generasi penjamah pangan telah berubah," Jelasnya.

Oleh karena itu, setiap generasi membutuhkan satu penyuluhan kembali, pelibatan kembali, dan pengawasan kembali. "Jadi setiap tahun harus ada. Yang perlu juga diperhatikan ialah kesadaran terhadap keamanan pangan, apakah sudah benar. Perubahan sikap ataupun awareness tersebut yang harus diperhatikan,” tutupnya. 

Baca juga: Pakar IPB: Khasiat Tanaman Porang, Cegah Kanker dan Gula Darah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com