Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar IPB Jelaskan Dampak Limbah Nuklir Jika Dibuang ke Laut

Kompas.com - 01/05/2021, 13:19 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rencana Jepang yang akan membuang lebih dari satu juta ton limbah nuklir ke Laut Cina Selatan mendapat sorotan banyak pihak. Banyak yang tidak setuju lantaran dianggap mampu mencemari lingkungan.

Hal ini, turut dikomentari Kepala Pusat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, Prof. Hefni Effendi.

Baca juga: Kemenag Umumkan Izin Operasional 26 Pondok Pesantren Baru

Sebagai pakar lingkungan, ia tidak setuju terhadap rencana tersebut. Sebab menurutnya, sekecil apapun limbah pasti memiliki dampak atau bahaya.

“Namanya limbah, sekecil apapun pasti ada bahayanya, apalagi ini satu juta ton. Walaupun ini sudah memenuhi baku mutu dan secara ketentuannya itu 900 kilometer dari pulau terdekat, namun dikhawatirkan karena ini masif, akan ada transboundary pollution (pencemaran antar negara melalui arus laut),” kata Prof. Hefni.

Namun demikian, jika memang rencana ini terjadi ia menekankan agar Jepang bisa mematuhi prinsip yang ditentukan oleh konvensi-konvensi internasional seperti, London Convention on the Prevention of Marine Pollution, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan lain-lain.

“Konvensi internasional pasti telah mempertimbangkan berapa kadar radiasi yang diperkenankan dari hasil pembuangan limbah. Karenanya ada batas minimum atau disebut baku mutu. Sepanjang Jepang bisa mengikuti secara ketat ketentuan itu, maka komunitas internasional tentu saja tidak bisa melarang,” ujarnya.

Baca juga: Akademisi IPB Ungkap 30.000 Tanaman Bisa Dijadikan Bisnis Jamu

Jika tindakan Jepang telah disetujui oleh konvensi internasional, negara-negara yang meratifikasi London Convention on the Prevention of Marine Pollution ini tidak bisa serta merta menolak.

Demikian halnya dengan Indonesia yang turut menyetujui konvensi tersebut.

Hanya saja menurutnya perlu diperhatikan seperti apa pengaruhnya terhadap biota atau kehidupan laut.

Dampak radiasi radioaktif, kata Prof. Hefni, bisa berupa dua macam. Pengaruh somatik dan pengaruh genetik.

Pengaruh somatik langsung terhadap satu individu yang terpapar radiasi bahan radioaktif.

Berbeda dengan pengaruh genetik dimana efeknya tak langsung, namun berdampak terhadap keturunan selanjutnya.

“Pengaruh somatik bisa berupa kerusakan terhadap sistem saraf, menurunnya fungsi organ, karsinogenik, anemia, kerusakan kulit dan lain-lain,” terangnya.

Karenanya, Prof. Hefni mengingatkan perihal empat hirarki dalam pengelolaan kerusakan lingkungan. Keempat hirarki itu antara lain, hindari, minimalisir, rehabilitasi atau mitigasi dan offset.

“Level pertama sebisa mungkin hindari kerusakan lingkungan atau terjadi limbah. Jika tidak bisa menghindari, coba kurangi. Kalau sebelumnya satu ton, bisa tidak, jadi setengahnya. Kalau tidak bisa juga, maka ketiga rehabilitasi atau perbaikan. Ada lagi offset, biasanya ini ada kepentingan politik. Jadi misalnya wilayah A dirusak, maka harus diganti di tempat lain dua tiga kali lipat dari kerusakan yang terjadi,” jelasnya. 

Baca juga: Jumlah Peneliti Indonesia Kurang? Ini Kata Akademisi IPB

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com