KOMPAS.com - Seorang anak muda dari Dakota Utara, Amerika Serikat (AS) bernama Jackson Allard (22), paru-parunya rusak karena efek vape.
Kerusakan paru-paru tersebut cukup parah, sehingga Allard nyaris meninggal dunia dengan harapan hidup tinggal satu persen. Untuk melanjutkan hidup, ia juga perlu transplantasi atau cangkok paru-paru.
Dikutip dari NewYorkPost (21/1/2024), kerusakan paru-paru akibat vaping atau penggunaan rokok elektrik ini terjadi karena kebiasaan Allard memakai vape selama bertahun-tahun.
Dokter menyampaikan, Allard hanya memiliki satu persen peluang hidup setelah menjalani perawatan di rumah sakit karena kadar oksigennya konsisten rendah setelah bertahun-tahun mengisap vape.
"Dokter menyatakan bahwa ia hanya memiliki peluang satu persen untuk hidup," ujar nenek Allard, Doreen Hurlburt.
Menurut Hurlburt, kondisi Allard sempat menurun drastis sehingga dokter memutuskan untuk memberikan alat bantu penunjang hidup. Selama tiga bulan dirawat di rumah sakit, jantung remaja ini bahkan sempat berhenti berdetak.
Baca juga: Bocah 12 Tahun Divonis Paru-paru Kolaps dan Koma Selama 4 Hari akibat Kecanduan Vape
Dilansir dari NBCNews, Rabu (24/1/2024), Jackson Allard awalnya hanya pergi ke unit gawat darurat (UGD) di dekat rumahnya usai mengeluh sakit perut, pada Oktober 2023 lalu.
Di sana, petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan justru mendapati kadar oksigen anak muda ini rendah atau di bawah normal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, dokter kemudian mendiagnosis Allard terinfeksi virus yang menyerang paru-paru bernama parainfluenza.
Virus tersebut dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, yang kemudian berkembang menjadi pneumonia.
Pneumonia tersebut lalu berubah menjadi sindrom gangguan pernapasan akut karena cedera pada organ pernapasan ini memicu penumpukan cairan di paru-paru.
"Ketika mereka melakukan rontgen, kita bahkan tidak bisa melihat jantungnya. Semuanya berwarna putih. Itu berarti seluruh paru-parunya penuh dengan cairan," ucap Hurlburt.
Baca juga: WHO Desak Negara-negara Larang Vape untuk Melindungi Anak-anak
Hurlburt menyatakan, dokter yang menangani infeksi paru-paru cucunya lantas mencurigai riwayat penggunaan vape membuat Allard sulit pulih dari serangan virus tersebut.
Menurut pengamatannya, Allard memang telah menggunakan vape sejak berusia 16 tahun, tapi belakangan frekuensinya menjadi lebih sering.
"Dia tidak tahu betapa buruknya vape baginya. Sehari sebelum dia diintubasi, dia sempat berkata, 'Saya tidak menyangka bisa separah ini',” kata Hurlburt menceritakan penyesalan cucunya.