Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Berikut Ketentuan Terbaru Karantina 5 Hari bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri

Kompas.com - 01/02/2022, 13:04 WIB
Taufieq Renaldi Arfiansyah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah memperbarui masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) ke Indonesia.

Masa karantina yang semula 7 hari kini berkurang menjadi 5 hari.

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat konferensi pers evaluasi PPKM yang disiarkan secara daring pada Senin (31/1/2022).

"Pemerintah mengubah aturan karantina dari tujuh hari menjadi lima hari. Dengan catatan bahwa WNI dan WNA yang masuk ke indonesia wajib vaksin (Covid-19) lengkap," kata dia.

Luhut mengatakan, data yang diperoleh pemerintah menunjukkan pengetatan pintu masuk berhasil menahan laju masuknya Omicron di Indonesia. 

"Namun, perlu ada perubahan strategi seiring dengan lebih tingginya kasus akibat transmisi lokal," ungkap Luhut.

Baca juga: Apakah Kasus Pertama Omicron di Indonesia Merupakan Transmisi Lokal?

Ketentuan pengurangan sistem karantina

Diketahui, ketentuan pengurangan sistem karantina tidak hanya berlaku pada warga negara Indonesia (WNI) saja, warga negara asing (WNA) yang datang ke Indonesia sebagai PPLN juga dapat mendapatkan pengurangan waktu karantina.

Syaratnya, WNI maupun WNA yang datang ke Indonesia harus sudah melakukan vaksinasi lengkap atau 2 dosis vaksinasi.

"Untuk itu, pemerintah mengubah aturan karantina 7 hari menjadi 5 hari dengan catatan bahwa WNI dan WNA yang masuk ke Indonesia wajib vaksinasi lengkap," ucap Luhut.

Baca juga: Vaksin Saja Tidak Cukup untuk Hadapi Omicron, Ini Kata WHO

Namun, jika PPLN tersebut belum memenuhi syarat vaksinasi ketika memasuki Indonesia, maka akan diberlakukan masa karantina 7 hari. 

Kebijakan 5 hari ini diberlakukan karena masa inklubasi varian Omicron berada di sekitar 3 hari.

"Bagi WNI yang baru melakukan vaksinasi dosis pertama tetap harus menjalani masa karantina 7 hari. Kebijakan ini diberlakukan mengingat sebagai besar varian PPLN adalah Omicron dan berbagai riset telah menunjukkan masa inkubasi varian ini berada di sekitar 3 hari," katanya lagi.

Baca juga: Omicron Masuk Indonesia, Vaksin Masih Ampuh?

Alasan karantina menjadi 5 hari

Selain alasan waktu inkubasi varian Omicron, pemerintah melakukan pengurangan masa karantina dikarenakan untuk mengurangi beban kapasitas isolasi di wisma atlet.

Nantinya wisma atlet yang digunakan untuk PPLN akan dipersiapkan pemerintah sebagai tempat isolasi terpusat seiring meningkatnya kasus Omicron, positif OTG, dan bergejala ringan.

"Langkah menurunkan hari karantina ini juga mempertimbangkan perlunya realokasi sumber daya yang kita miliki. Wisma yang tadinya digunakan untuk karantina PPLN akan dipersiapkan untuk isolasi terpusat (isoter) seiring dengan kebutuhan isoter yang diprediksi meningkat untuk kasus konfirmasi positif OTG dan bergejala ringan," imbuh dia.

Sebagaimana diberitakan, data Satgas Penanganan Covid-19 terdapat 10.185 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Dengan penambahan itu, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 4.353.370, terhitung sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020.

Baca juga: Indonesia Bersiap Hadapi 150.000 Kasus Covid-19, Menkes: Tidak Perlu Kaget

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo INgfografik: 10 Gejala Varian Virus Corona Omicron

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com