Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Penyebab Pandemi Flu Spanyol 1918 karena Percobaan Vaksin Meningitis

Kompas.com - 27/11/2020, 12:01 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com - Beredar narasi di media sosial bahwa pandemi flu Spanyol pada 1918 bukan disebabkan flu, melainkan dari percobaan bacterial meningitis vaccine yang gejalanya mirip dengan flu.

Narasi itu juga menyebut vaksin yang berulang kali dimasukkan ke dalam tubuh tentara dan warga sipil kala itu menciptakan medan pembunuhan.

Narasi itu tidak benar.

WHO, CDC, dan ahli sepakat bahwa pandemi flu Spanyol pada 1918 terjadi karena jenis virus flu yang relatif baru, yakni H1N1. Pada saat itu pun, tidak ada program bacterial meningitis vaccine.

Narasi yang Beredar

Sejumlah akun Facebook mengedarkan informasi bahwa penyebab pandemi global yang terjadi pada 1918 bukan karena flu, melainkan akibat dosis acak dari percobaan bacterial meningitis vaccine. Penyebab itu ditemukan dari hasil otopsi setelah perang.

Dua akun yang mengedarkan informasi itu yakni June Ann Hall dan Shannon Dravis.

Informasi itu juga mengklaim bahwa serangan besar-besaran dan berulang vaksin tambahan pada sistem kekebalan tentara dan warga sipil menciptakan 'medan pembunuhan.' Mereka yang tidak divaksinasi tidak terpengaruh.

Berikut isi lengkap status dari dua akun di atas yang sudah dialihkan ke bahasa Indonesia:

"Otopsi setelah perang membuktikan bahwa flu tahun 1918 BUKAN “FLU” sama sekali. Hal itu disebabkan oleh dosis acak sebuah pengujian 'bacterial meningitis vaccine', yang sampai hari ini meniru gejala seperti flu. Serangan besar dan berulang vaksin tambahan terhadap sistem imun yang tidak siap dari tentara dan warga sipil menciptakan “medan pembunuhan”. Mereka yang tidak divaksinasi tidak terpengaruh."

Status Facebook keliru mengenai penyebab pandemi flu Spanyol 1918 yakni percobaan vaksin meningitis bakteri.Facebook Status Facebook keliru mengenai penyebab pandemi flu Spanyol 1918 yakni percobaan vaksin meningitis bakteri.

Narasi tersebut juga dibagikan Linda Hafenbredl dan akun ini

Penjelasan

Badan kesehatan dunia WHO mencatat, terdapat 31 pandemi influenza yang terdokumentasi, sejak pandemi pertama pada 1580, termasuk tiga pandemi selama abad ke-20, yakni 1918, 1957, dan 1969.

Pandemi 1918-1919 yang disebut flu Spanyol sangat mematikan dan menewaskan sekitar 40 juta orang di dunia.

Menurut WHO, virus yang mengakibatkan pandemi pada 1918 diyakini berasal dari babi, sedangkan pandemi flu yang terjadi pada 1957 dan 1968 diyakini bermuara dari unggas.

Tempat-tempat di mana burung, babi, dan manusia hidup berdekatan dianggap memainkan peran sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pergeseran dan penyimpangan antigen.

Lebih rinci, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS CDC menjelaskan, pandemi influenza 1918 disebabkan virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Update Kasus Vina: Pengakuan Adik, Ayah, dan Ibu Pegi soal Nama Robi

Update Kasus Vina: Pengakuan Adik, Ayah, dan Ibu Pegi soal Nama Robi

Tren
Kelompok Pekerja yang Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Siapa Saja?

Kelompok Pekerja yang Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Siapa Saja?

Tren
Ditutup Juni 2024, Ini yang Terjadi jika Tidak Lakukan Pemadanan NIK dengan NPWP

Ditutup Juni 2024, Ini yang Terjadi jika Tidak Lakukan Pemadanan NIK dengan NPWP

Tren
13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

Tren
7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

Tren
Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Tren
Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Tren
4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

Tren
SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

Tren
Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Tren
Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Tren
Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Tren
Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com