Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kawin Tangkap di Sumba dan Budaya Kekerasan terhadap Perempuan...

Kompas.com - 10/12/2019, 11:06 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial Twitter sempat dihebohkan dengan video yang menampilkan sekelompok pria sedang memboyong perempuan yang diduga akan dinikahkan dengan pria, Jumat (6/12/2019).

Dalam video diperlihatkan bahwa fisik perempuan itu melakukan penolakan terhadap pembawaan dirinya yang dipaksa oleh kelompok orang itu.

Pada narasi pun disebutkan bahwa kejadian itu bernama "kawin tangkap" yang terjadi Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Saat dikonfirmasi kepada budawan Sumba, Pater Roberst Ramone CSsR, ia membenarkan hal itu.

"Tepat tanggal 6 Desember kurang lebih jam 06.30 WITA pria datang ke kos bersama keluarga dan membawa wanita (M) itu," ucap Pater saat dikonfirmasi Kompas.com pada Minggu (8/12/2019).

Baca juga: Viral Video Perempuan Ditangkap di Sumba Diduga Kawin Tangkap

Tanggapan Komnas Perempuan

Menilik adanya tradisi budaya yang masih eksis terkait kawin tangkap ini, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni menyampaikan bahwa tradisi tersebut tergolong dalam kekerasan.

"Itu kan memang kekerasan, nah kekerasan ini yang berbasis budaya patriarki," ujar Budi kepada Kompas.com, Senin (9/12/2019).

Menurutnya, adanya budaya patriarki ini dapat menjelma menjadi banyak hal dan terus menggema di lingkungan kita.

Dirinya pun mempertanyakan apakah budaya kekerasan terhadap perempuan akan terus dibiarkan. Pelestarian budaya menurutnya harus dibedakan dengan kekerasan terhadap perempuan.

"Jadi jangan kemudian itu kan budaya, misalnya budaya Indonesia, tapi kita harus melihat itu kan kekerasan bukan budaya yang tidak bisa diganti, budayanya bisa diganti dengan yang lebih setara, lebih egaliter," lanjut dia.

Selain itu, Budi mengaku bahwa pihaknya telah mengulas isu-isu seputar budaya-budaya di Indonesia yang membahayakan kaum perempuan.

Misalnya, tradisi sunat perempuan dan nikah anak.

Kedua budaya tersebut dinilai praktik-praktik budaya yang juga merugikan perempuan.

Baca juga: Kenali Linea Nigra, Garis Samar yang Ada di Perut Perempuan

Merendahkan perempuan

Tak hanya itu, dalam video viral tersebut juga memperlihatkan adanya pemaksaan terhadap perempuan, yang menurut Budi, merupakan adanya kekerasan fisik.

"Kalau mau dilihat konstruksi ya secara sosial sudah tidak menempatkan perempuan sebagai subyek, sehingga merendahkan perempuan dari harkat dan martabatnya," ujar Budi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ini Nasib Barang yang Tertahan Bea Cukai tapi Tidak Diambil Pemiliknya

Ini Nasib Barang yang Tertahan Bea Cukai tapi Tidak Diambil Pemiliknya

Tren
Panggung Kampanye Capres di Meksiko Roboh, 9 Orang Meninggal dan Puluhan Luka-luka

Panggung Kampanye Capres di Meksiko Roboh, 9 Orang Meninggal dan Puluhan Luka-luka

Tren
Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Tren
Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Tren
Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Tren
6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

Tren
7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

Tren
Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

Tren
8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

Tren
Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com