KOMPAS.com - Revolusi Rusia pada 1905 adalah sebuah ketegangan politik dan sosial yang merebak di seluruh wilayah Kekaisaran Rusia.
Revolusi Rusia meliputi gerakan demonstrasi dan serangan buruh, petani, serta militer Kekaisaran Rusia.
Kerusuhan dalam Revolusi Rusia ditujukan kepada pemerintah karena tidak mampu mengatasi persoalan ekonomi dan sosial.
Selain itu, pengambilan keputusan dan kebijakan terhadap persoalan yang substansi juga dianggap kurang tepat oleh rakyat Rusia saat itu.
Baca juga: Bulgaria Volga, Negara Islam Tertua di Daratan Rusia
Keadaan tersebut diperparah dengan kekalahan Rusia dalam Perang Rusia Jepang pada 1904 hingga 1905.
Pada awal tahun 1900-an atau awal abad ke-20, Kekaisaran Rusia mengalami permasalahan sosial dan ekonomi.
Permasalahan ekonomi ini disebabkan oleh praktek kapitalisme yang membangkitkan kesadaran kaum pekerja di Rusia akan pentingnya berpolitik.
Kemudian permasalahan ekonomi ini diperparah dengan kekalahan Rusia dalam perang melawan Jepang.
Baca juga: Pertempuran Leipzig: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak
Selain itu, Tsar Nicholas II merupakan pemimpin Kekaisaran Rusia yang menjalankan roda pemerintahannya secara otoriter.
Permasalahan tersebut kemudian berdampak pada keresahan yang dialami oleh masyarakat Rusia saat itu.
Sebelumnya, muncul Partai Sosial Demokrat (PSD) yang didirikan oleh George Plekhanov pada 1898.
Pembentukan PSD bertujuan untuk melawan pemerintahan Tsar Nicholas II yang otoriter.
Baca juga: Ketsaran Rusia: Sejarah, Perkembangan, dan Keruntuhan
Berbagai permasalahan yang terjadi di Kekaisaran Rusia kemudian memicu gerakan demonstrasi pada 9 Januari 1905.
Gerakan ini berakhir dengan pada tewasnya 1.000 demonstran akibat tembakan aparat keamanan.
Aksi 9 Januari 1905 tersebut kemudian dikenal dengan Bloody Sunday.