PARIS, KOMPAS.com - Umat Islam di Perancis menghadapi stigma usai kejadian teror bertubi-tubi yang membuat mereka merasa seakan-akan harus 'bertanggung jawab'.
Setelah peristiwa teror brutal di Perancis, umat Islam di Perancis merasa tertekan. Stigma bahkan sudah melekat pada mereka bahkan sebelum 2 peristiwa teror terjadi.
Melansir Associated Press (AP), Presiden Perancis Emmanuel Macron terus berupaya memberantas ekstremis Islam di Perancis, yang dia sebut sebagai 'separatisme', terminologi yang membuat muslim di negeri itu merasa 'ngeri'.
"Ini mengkhawatirkan bagi umat Islam," ujar Hicham Benaissa, seorang sosiolog yang mengkaji khusus tentang Islam di tempat kerjanya.
Baca juga: Coba Redakan Ketegangan Muslim, Ini yang Presiden Perancis Katakan
Menurut Benaissa, beberapa rekan kerjanya yang muslim mengatakan bahwa mereka berencana meninggalkan Perancis. Bahwa, situasinya menegang dan menakutkan.
Islam sendiri adalah agama kedua di Perancis dan menjadikannya populasi muslim terbesar di Eropa Barat.
Namun sekitar 5 juta muslim di negara itu telah menempuh perjalanan rumit untuk dapat diterima secara utuh dari mereka yang "pribumi".
Diskriminasi menjadi ganjalan beberapa orang dalam melakukan penerimaan itu.
Sementara Perancis yang memiliki nilai sekularisme dan bermaksud memastikan kebebasan beragama dalam beberapa tahun terakhir telah mengatur adat-istiadat yang dipraktikkan sebagian muslim.
UU yang diusulkan presiden Macron itu mungkin lebih bermakna mengutak-atik UU sekularisme tahun 1905 yang lahir dari konflik dengan pendeta Katolik Roma yang kuat.
Baca juga: Protes Kartun Nabi Muhammad, Seniman Sudan Tolak Penghargaan dari Perancis
Macron sendiri juga telah memicu protes dan amarah serta seruan untuk boikot produk negaranya pekan lalu dari mayoritas negara berpenduduk muslim.
Dia dituduh menyebarkan sentimen anti-Muslim, terutama ketika memuji guru bernama Samuel Paty yang dipenggal oleh teroris di dekat Paris, dan membela hak majalah satir Charlie Hebdo untuk membuat karikatur Nabi Muhammad.
Imam Masjid Ar Rahma di kota Nice, Otman Aissaoui, tempat terjadinya serangan baru-baru ini, menyampaikan kedukaan dengan menyebut teror itu "menyerang saudara-saudara kami yang tengah berdoa kepada Tuhan mereka. Saya (ikut) merasa menjadi umat Kristiani hari ini."
Namun dia menambahkan, "kami distigmatisasi dan orang-orang dengan cepat mengumpulkan semuanya."
Aissaoui merefleksikan bagaimana Muslim merasa tidak nyaman yang amat mendalam atas kejadian teror bertubi-tubi ini.
Baca juga: Perancis: Sekularisme, Kartun Nabi Muhammad, dan Sikap Presiden Macron