Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Pemerintah Tingkatkan Diversifikasi Pangan Indonesia

Kompas.com - 24/06/2021, 20:22 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Di tahun 2020, tingkat konsumsi padi-padian (serealia) masyarakat Indonesia masih sangat tinggi, yakni lebih dari 60 persen.

Data tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Dr. Ir. Agung Hendriadi, M. Eng. dalam acara Webinar Diversifikasi Pangan Lokal Seri 2: Gaya Hidup Sehat, Kekinian dengan Pangan Lokal pada Rabu (23/6/2021).

“Sehingga kalau kita gambarkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2020 itu hanya 86,3. Sementara idealnya itu 100,” ujar Agung.

Baca juga: Kementerian Pertanian Inisiasi Gerakan Konsumsi Pangan Lokal di Perhotelan

Dalam skor PPH 100 tersebut, Agung menargetkan adanya penurunan untuk tingkat konsumsi serealia atau beras padi. Dari awalnya 60 persen, menjadi 50 persen.

Dengan begitu, konsumsi syuran, buah, pangan hewani, kacang-kacangan, dan tentu saja umbi-umbian bisa meningkat.

Cara mencapai target PPH tersebut, diversifikasi pangan lokal menjadi salah satu jawabannya.

Ilustrasi beras dalam mangkuk kayu. Berikut penjelasan soal fidyah, bayar fidyah, fidyah adalah, cara membayar fidyah, dan fidyah artinya.SHUTTERSTOCK/ERLY DAMAYANTI Ilustrasi beras dalam mangkuk kayu. Berikut penjelasan soal fidyah, bayar fidyah, fidyah adalah, cara membayar fidyah, dan fidyah artinya.

Target pemerintah untuk diversifikasi pangan lokal

Menurut Agung, dalam lima tahun terakhir ini ada dua hal yang berusaha diimplementasikan oleh pemerintah untuk menggiatkan diversifikasi pangan lokal.

Hal pertama adalah pengembangan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat non-beras.

Lalu hal kedua adalah Pekarangan Pangan Lestari (P2L) untuk membudidayakan pangan lokal non-karbohidrat yang bermanfaat bagi kesehatan.

“Di sini intinya adalah kita mendiversifikasi tujuannya menciptakan manusia atau individu yang sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan,” imbuh Agung.

Pemanfaatan pangan lokal sumber karbohidrat non-beras misalnya, diakui sudah dilakukan secara masif.

Di antaranya untuk ubi kayu atau singkong ada lahan seluas 35.000 hektar yang dimanfaatkan.

Baca juga: Apa Itu Beras Analog? Alternatif Beras Padi yang Sehat

Sementara jagung konsumsi 50.000 hektar, sagu 1.000 hektar, pisang 1.300 hektar, kentang 650 hektar, dan sorgum 5.000 hektar yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sementara untuk program P2L, saat ini dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan pekarangan rumah dan lahan marjinal yang tersebar.

Dengan melakukan hal ini, lanjut Agung, diharapkan bisa mengejar target yang selama ini ditetapkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com