Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab dan Gejala Papiledema, Penyakit Mata yang Diderita Kurnia Meiga

Kompas.com - 04/03/2024, 07:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mantan kiper tim nasional sepak bola (timnas) Indonesia, Kurnia Meiga, mendapat sorotan usai berjualan emping di TikTok.

Unggahan videonya dalam akun @kurniameiga_1 menuai perhatian warganet lantaran Meiga masih terlihat sakit.

Pada pertengahan 2023 lalu, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) melalui Yayasan Bakti Sepak Bola Indonesia mengulurkan bantuan untuk pengobatan penyakit Meiga yang disebut papiledema.

Penyakit mata papiledema diidap Meiga sejak 2017, yang membuat penglihatannya hanya berfungsi lima persen.

Lantas, apa penyebab dan gejala papiledema?

Baca juga: Profil Kurnia Meiga, Mantan Kiper Timnas yang Jualan Emping di TikTok


Penyebab papiledema

Papilledema atau papiledema adalah suatu kondisi medis serius ketika saraf optik di bagian belakang mata membengkak.

Dilansir dari Medical News Today, papiledema mengacu pada pembengkakan saraf optik karena peningkatan tekanan di dalam tengkorak.

Di dalam tengkorak manusia terdapat cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF) yang mengelilingi otak.

Cairan bening ini membantu menjaga organ otak tetap stabil dan melindunginya dari kerusakan akibat gerakan tiba-tiba dan trauma.

Sementara pada bagian belakang mata, terdapat cakram optik (optic disc) yang menjadi "kepala" saraf optik. Saraf optik merupakan jalur yang menghubungkan mata ke otak.

Papiledema sendiri terjadi saat ada peningkatan tekanan di sekitar otak akibat penumpukan CSF.

Ketika tekanan otak meningkat, saraf optik akan membengkak saat memasuki bola mata pada area cakram optik.

Terdapat berbagai kemungkinan penyebab papiledema yang dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun etnis.

Baca juga: 5 Gejala Umum Mata Minus yang Perlu Anda Waspadai

Beberapa kondisi medis serius yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan di sekitar otak dan memicu papiledema, termasuk:

  • Trauma kepala
  • Radang otak atau jaringan di sekitarnya
  • Tekanan darah sangat tinggi, yang oleh dokter disebut sebagai krisis hipertensi
  • Infeksi di otak
  • Tumor otak
  • Pendarahan di otak
  • Penyumbatan darah di otak
  • Kelainan pada tengkorak
  • Hidrosefalus atau penumpukan cairan di dalam rongga jauh di dalam otak
  • Hipertensi intrakranial idiopatik (IIH) atau peningkatan tekanan di dalam tengkorak tanpa alasan yang jelas
  • Lesi sumsum tulang belakang.

Dikutip dari laman Cleveland Clinic, meski dapat menyerang siapa saja, papiledema lebih sering terjadi pada wanita.

Penderita biasanya berusia 20 hingga 44 tahun dan cenderung mengalami kelebihan berat badan (indeks massa tubuh/BMI lebih besar dari 25) atau obesitas (BMI lebih besar dari 30).

Insiden gangguan penglihatan papiledema pada kelompok tersebut tercatat sekitar 13 per 100.000 kasus.

Papiledema dapat dianggap sebagai keadaan darurat medis. Terlebih, salah satu penyebabnya yakni hipertensi intrakranial dapat berakibat serius, bahkan berpotensi mengancam nyawa.

Baca juga: 5 Gejala Gangguan Kesehatan yang Muncul di Mata dan Berpotensi Jadi Penyakit Jantung

Gejala papiledema

Ilustrasi mata. Penyebab dan gejala penyakit papiledema.Unsplash/Amanda Dalbjörn Ilustrasi mata. Penyebab dan gejala penyakit papiledema.

Penderita papiledema mungkin tidak mengalami gejala atau asimptomatik. Kendati demikian, beberapa gejala papiledema dapat dirasakan, antara lain:

1. Sakit kepala

Sakit kepala yang berhubungan dengan papiledema mungkin akan terasa lebih buruk di pagi hari dan saat berbaring.

2. Pengaburan visual sementara

Penderita papiledema kemungkinan akan mengalami pengaburan visual sementara, sekitar 5 hingga 15 detik.

Saat penglihatan kabur, penderita hanya melihat bayangan abu-abu atau pemandangan yang menggelap, mirip gerhana total saat Bulan menghalangi Matahari dari pandangan manusia.

Dapat dirasakan pada kedua mata (bilateral) atau hanya satu mata (unilateral), gejala ini biasanya terjadi ketika penderita mengubah postur tubuh.

Baca juga: 8 Penyakit Mata yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024, Apa Saja?

3. Penglihatan ganda (diplopia)

Diplopia dapat terjadi jika hipertensi intrakranial menyebabkan kelumpuhan saraf kranial yang mengganggu otot mata.

4. Mual dan muntah

Gejala papiledema yang mungkin dialami penderita lainnya adalah perasaan mual dan keinginan untuk muntah.

5. Gejala neurologis

Gejala neurologis kemungkinan termasuk masalah gerakan atau pemikiran.

Lambat laun, penderita akan merasakan gejala berupa penglihatan yang semakin memburuk seiring dengan perkembangan kondisi.

Baca juga: Penyebab dan Cara Mengatasi Mata Berwarna Kuning

Diagnosis papiledema

Dokter yang mencurigai seseorang menderita papiledema akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap pada mata dan sistem saraf.

Dokter biasanya menggunakan oftalmoskop, sebuah alat berbentuk pena dengan roda menyala di ujungnya.

Dengan oftalmoskop, dokter akan memeriksa bagian belakang mata melalui pupil. Dokter juga mungkin menggunakan obat tetes untuk melebarkan pupil dan membuatnya lebih mudah untuk diperiksa.

Penampilan mata pasien akan sangat memainkan peranan penting dalam diagnosis papiledema.

Selanjutnya, dokter akan menilai apakah ada kelainan pada cakram optik, seperti tidak pada posisinya atau tampak lebih kabur dari biasanya.

Perubahan tersebut dapat mengindikasikan bahwa saraf optik mengalami pembengkakan.

Dokter juga akan melakukan tes, termasuk penilaian akurasi visual untuk mengungkapkan perubahan penglihatan warna, kehilangan penglihatan, atau penglihatan ganda.

Jika terdeteksi tanda-tanda papiledema, dokter akan melakukan pemindaian pencitraan otak, seperti MRI atau CT scan.

Tes darah dan analisis CSF dari kanal tulang belakang mungkin juga diperlukan untuk mengetahui penyebab dan gejala papiledema lebih lanjut.

Baca juga: Alasan Anda Mengeluarkan Air Mata Saat Memotong Bawang Merah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com