KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama 16 nama lainnya dilaporkan ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) atas dugaan kolusi dan nepotisme.
Laporan itu dibenarkan oleh Juru Bicara Kelembagaan KPK Ali Fikri pada Senin (23/10/2023).
"Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin.
Baca juga: Dinasti Politik atau Politik Dinasti, Apa Itu?
Pelapor adalah Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Erick S Paat.
Erick mengaku, pihaknya terdiri atas dua kelompok. Selain TPDI, juga ada Persatuan Advokat Nusantara.
Selain Presiden Jokowi, 16 nama yang dilaporkan tiga di antaranya adalah masih mempunyai hubungan keluarga, yaitu adik ipar Jokowi yang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, putra sulung Jokowi sekaligus Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi.
Baca juga: Ketika Dinasti Politik Semakin Menguat...
Baca juga: Cawapres Ganjar, Mahfud MD, dan Sinyal PDI-P Lepaskan Ketergantungan pada Figur Jokowi...
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Erick S Paat memastikan, laporan dugaan kolusi dan nepotisme 17 nama, termasuk Presiden Jokowi dan dua putranya itu langsung diterima oleh KPK dengan nomor informasi 2023-A-04294 yang ditandatangani Maria Josephine Wak.
Erick mengatakan, laporan itu dilayangkan atas dugaan adanya kolusi dan nepotisme.
Dia menjelaskan, kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antara penyelenggara negara atau penyelenggaraan negara yang merugikan orang lain bangsa dan negara.
Adapun nepotisme merupakan setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroni di atas kepentingan masyarakat bangsa.
Baca juga: Profil Saldi Isra, Hakim MK yang Ungkap Kejanggalan di Balik Putusan Usia Capres-Cawapres
Dugaan ini muncul setelah adanya beberapa gugatan soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK). Erick melihat kedudukan Anwar Usman, yakni Ketua MK yang juga adik ipar Jokowi.
"Kaitannya adalah Presiden dengan Anwar (Ketua MK) itu ipar. Gibran yang juga putra Presiden hubungannya adalah keponakan Ketua MK. Ketua Umum PSI Kaesang hubungannya dengan Ketua MK juga keponakan dengan paman,” ujarnya, dilansir dari Harian Kompas.
Menurut Erick, mengacu pada UU Kekuasaan Kehakiman, jika memiliki hubungan kekeluargaan, ketua majelis hakim seharusnya mengundurkan diri.
"Namun, mengapa Ketua MK membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim. Nah, ini ada keterkaitannya dengan kedudukan Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pihak yang harus hadir dalam persidangan," kata dia.
Presiden juga tidak meminta Ketua MK untuk mundur. Sehingga hal itu diduga menyebabkan adanya benturan kepentingan.
"Kalau pemimpin saja sudah melanggar hukum, siapa yang mau didengar. Bagaimana negara ini mau bersih dari permasalahan hukum. Laporan sudah diterima KPK. Kita tunggu saja tindak lanjutnya,” tandas Erick.
Untuk diketahui, Hakim MK yang dipimpin Anwar Usman, adik ipar Jokowi, baru saja mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digelar Senin (16/10/2023).
Putusan ini mengizinkan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi capres atau cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.
Syarat tersebut berlaku mulai Pemilu Presiden 2024. Atas putusan MK ini, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dapat maju sebagai capres/cawapres pada Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun.
Masih dari sumber yang sama, berikut 17 nama yang dilaporkan ke KPK atas dugaan kolusi dan nepotisme:
Komisi Antirasuah tengah menindaklanjuti laporan 17 nama di atas ke tahap verifikasi dan analisis terhadap laporan tersebut.
Nantinya, setelah melalui verifikasi dan analisis, KPK akan memastikan apakah laporan tersebut memenuhi syarat untuk menjadi kewenangan KPK.
Baca juga: Karen Agustiawan dan Dugaan Kasus Korupsi yang Menjeratnya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.