Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Bursa Karbon, Cara Kerja, dan Manfaatnya bagi Dunia

Kompas.com - 27/09/2023, 11:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia pada Selasa (27/9/2023).

Diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), izin usaha penyelenggara bursa karbon ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Keputusan Nomor KEP-77/D.04/2023 pada 18 September 2023.

Dilansir dari laman OJK, bursa karbon adalah kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis akibat perubahan iklim.

Pasalnya, hasil perdagangan karbon akan diinvestasikan untuk upaya menjaga lingkungan, khususnya pengurangan emisi karbon.

"Terima kasih kepada OJK, BEI, dan semua yang terkait atas peluncuran bursa karbon pertama di Indonesia ini," ujar Jokowi saat peresmian di Gedung BEI di Jakarta, Selasa.

Lantas, apa itu bursa karbon?

Baca juga: Apa Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim? Berikut Penjelasannya


Mengenal bursa karbon

Merujuk Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023, bursa karbon adalah suatu sistem yang mengatur perdagangan karbon atau pencatatan kepemilikan unit karbon.

Perdagangan karbon merupakan mekanisme berbasis pasar yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon.

Sementara itu, unit karbon adalah bukti atau sertifikat kepemilikan karbon, dinyatakan dalam satu ton karbondioksida yang tercatat di Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).

Dengan kata lain, "barang" yang dijual dalam bursa karbon adalah kredit atas pengeluaran karbondioksida atau gas rumah kaca.

Sebagai gambaran, dikutip dari Kompas.com, Senin (4/9/2023), negara A adalah industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Sedangkan, negara B memiliki potensi sumber daya alam yang mampu menyerap emisi karbon.

Melalui mekanisme perdagangan karbon, negara B akan mengeluarkan "sertifikat penyerapan karbon" yang bisa dibeli oleh negara A.

Perdagangan karbon sendiri telah diatur melalui Protokol Kyoto pada 2005.

Baca juga: Dilema Mobil Listrik dan Emisi Gas Rumah Kaca

Pasal 17 Protokol Kyoto mengatur, negara yang mampu menyerap lebih banyak emisi karbon dapat menjualnya kepada negara yang mengeluarkan banyak emisi.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com