Mengonsumsi glikosida sianogenik secara teratur atau memakannya dalam jumlah banyak berpotensi meningkatkan risiko keracunan sianida.
Keracunan sianida dikaitkan dengan gangguan fungsi tiroid dan saraf, kelumpuhan, kerusakan organ, hingga kematian.
Bahkan, di negara-negara dengan mayoritas penduduk pemakan singkong, beberapa laporan telah mengidentifikasi bahayanya, termasuk:
Di sisi lain, protein membantu membersihkan tubuh dari sianida. Oleh karenanya, orang dengan asupan protein rendah lebih berpotensi terkena efek keracunan singkong.
Kendati demikian, merendam dan memasak singkong akan menurunkan kandungan glikosida sianogenik.
Selain itu, memadukan sayuran akar seperti singkong dengan pola makan lengkap yang tinggi protein dapat mengurangi risiko gangguan kesehatan.
Baca juga: 5 Efek Samping Jeruk, Salah Satunya Perburuk Gejala Asam Lambung
Meski membantu mengurangi risiko obesitas atau kegemukan, singkong tetaplah bahan pangan yang tinggi kalori.
Masih dari Healthline, 100 gram singkong mengandung 191 kalori, lebih besar daripada jenis umbi-umbian lain.
Sebagai perbandingan, ubi jalar dengan porsi yang sama memiliki 90 kalori, sedangkan wortel hanya 35 kalori.
Sebenarnya, kandungan kalori yang tinggi menjadikan singkong sebagai bahan pangan pokok di banyak negara, termasuk Indonesia.
Namun, perlu diingat, mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dibakar dapat menyebabkan penambahan berat badan seiring berjalannya waktu.
Guna mencegah efek samping singkong ini, cobalah untuk menikmati secukupnya, yakni sekitar 73-113 gram per hari.
Selain itu, imbangi pula dengan aktivitas fisik dan olahraga agar kalori yang masuk dalam tubuh dapat diubah menjadi energi.
Singkong sebenarnya merupakan bahan pangan kaya nutrisi, terutama vitamin dan karbohidrat. Sayangnya, mengolah umbi-umbian ini dapat mengurangi kadar nutrisinya.