Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Hujan Abu Tipis di Yogyakarta, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Kompas.com - 26/08/2023, 14:29 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Pantauan BPPTKG menunjukkan, Gunung Merapi mengalami 21 kali guguran lava dengan jarak luncur maksimum 2.000 meter ke arah Barat Daya (Kali Bebeng).

Terdengar juga 3 kali suara guguran dengan intensitas kecil hingga sedang dari Pos Babadan.

Sedangkan secara meteorologi, cuaca berawan dan mendung.

"Angin bertiup tenang ke arah barat,timur. Suhu udara 15.4-30 derajat Celsius, kelembaban udara 49-99 persen, dan tekanan udara 873-917.3 mmHg," tulis laporan Gunung Merapi, Jumat.

Adapun status Gunung Merapi masih berada di Level III (Siaga).

Baca juga: Erupsi Gunung Merapi Disertai Hujan Abu Vulkanik, Bahayakah untuk Tanaman?

Imbauan BPPTKG

Terkait aktivitas Gunung Merapi, BPPTKG mengeluarkan beberapa rekomendasi, di antaranya:

  1. Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km. Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
  2. Masyarakat agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya.
  3. Masyarakat agar mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar G. Merapi.
  4. Jika terjadi perubahan aktivitas yang signifikan, maka status aktivitas Gunung Merapi akan segera ditinjau kembali.

Baca juga: Stasiun Yogyakarta Kini Punya Underpass, Apa Fasilitasnya?

Kabut saat musim kemarau

Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Yogyakarta Warjono mengatakan bahwa kabut tebal di Yogyakarta masih terjadi belakangan ini.

"Iya (kabut tebal memang masih ada). Kabut udara dengan kelembaban tinggi," ujarnya terpisah.

Menurutnya, enomena kabut tebal tersebut juga kerap muncul di musim kemarau.

"Iya (kabut) muncul di musim kemarau," katanya lagi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kabut Beracun Tewaskan 12.000 Orang di London

Menurut Warjono, kabut umumnya terjadi karena suhu dingin yang diikuti dengan kelembapan permukaan yang tinggi.

"Sehingga terjadi kondensasi berupa pembentukan butiran air di udara yang mengambang," jelas dia.

Namun, kabut itu perlahan akan hilang menjelang siang seiring meningkatnya suhu udara permukaan di wilayah tersebut.

Warjono mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati ketika berkendara di tengah kabut pagi itu.

"Hati-hati berkerndara saat kabut, kurangnya jarak pandang terutama saat pagi hari," tandas dia.

Baca juga: Mengenal Petrichor, Aroma yang Ditimbulkan Saat Hujan Turun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com