Oppenheimer ternyata memiliki ketertarikan terhadap bahasa Sanskerta yang menjadi bahasa dalam kitab suci agama Hindhu.
Ia mempelajari bahasa tersebut ketika mengajar di Berkeley dan membaca Bhagavad Gita dalam bahasa Sansekerta.
Ketertarikan Oppenheimer terhadap bahasa Sanskerta dapat dilihat ketika kisahnya diangkat melalui film "The Decision to Drop the Bomb".
Di film tersebut, Oppenheimer mengingat saat ia melihat uji coba bom nuklir pertama pada tanggal 16 Juli 1945.
Ia berkata:
"Kami tahu dunia tidak akan sama lagi. Beberapa orang tertawa, beberapa orang menangis, sebagian besar orang terdiam. Saya teringat sebuah kalimat dari kitab suci Hindu, Bhagavad Gita: Wisnu mencoba membujuk Pangeran agar ia melakukan tugasnya, dan untuk membuatnya terkesan, ia mengambil wujudnya yang bertangan banyak dan berkata, 'Sekarang saya menjadi Maut, penghancur dunia. Saya kira kita semua pernah berpikir seperti itu, dengan satu atau lain cara."
Baca juga: Kisah Oppenheimer, Einstein, dan Bom Atom: Kebenaran di Balik Hubungan Mereka
Oppenheimer pernah dianugerahi Enrico Fermi Award oleh Presiden AS ke-35, John F Kennedy.
Penghargaan tersebut diberikan pada 1963 atas pencapaian dalam bidang ilmiah dan kepemimpinannya.
Meski begitu, pemerintah AS memutuskan untuk mencabut izin keamanan Oppenheimer pada 1954.
Padahal, izin tersebut diperlukan Oppenheimer untuk terlibat di proyek senjata nuklir sehingga ia tidak bisa berpartisipasi untuk keamanan nasional.
Oppenheimer tidak pernah mendapatkan kembali izin keamanannya namun ia terus berbicara dan menulis tentang fisika dan teknologi nuklir.
Hal tersebut ia lakukan hingga kematiannya pada 1967 ketika berusia 62 tahun.
Setelas AS menjatuhkan boma atom ke Hiroshima dan Nagasaki, Oppenheimer menentang rencana negaranya untuk mengembangkan bom hidrogen yang disebut-sebut lebih mematikan dari bom yang pernah ia buat.
Oppenheimer khawatir akan potensi kehancuran yang akan ditimbulkan oleh perlombaan senjata untuk membuat bom yang lebih besar dan lebih besar.