Satria menuturkan, sistem zonasi sudah tepat diterapkan. Bahkan menurut dia, seharusnya sudah ada sejak dulu.
“Sudah sejak dulu semestinya (diterapkan). Australia, Inggris, dan Jepang juga menerapkan sistem yang sama,” tuturnya.
Ia menyebutkan, sistem zonasi ini membuat persebaran anak-anak yang pintar tidak hanya berkumpul di satu sekolah.
“Dengan sistem zonasi, anak-anak pintar tidak mengumpul di satu sekolah favorit tapi tersebar. Karena sistem sebelumnya hanya menciptakan sekolah favorit yang bermutu bagus sedang sisanya bermutu buruk,” ujarnya.
"Jadi karena ini (sistem zonasi) baru diterapkan, masih banyak kekurangan atau celah kecurangan," tutupnya.
Baca juga: Biaya Kuliah Jalur Mandiri UGM, ITB, Undip, IPB, dan Unair 2023
Sementara itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meninjau ulang dan evaluasi secara menyeluruh.
"Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek," kata Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/7/2023).
"Karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun," lanjut Satriawan.
Menurut dia, setidaknya ada lima masalah yang muncul dalam pelaksanaan PPDB yang seharusnya dievaluasi oleh Kemendikbud.
Lima masalah tersebut yakni migrasi domisili, praktik pungli, anak keluarga tak mampu tak tertampung di sekolah negeri, serta ada sekolah yang kelebihan dan kekurangan calon peserta didik.
Baca juga: Pendaftaran Universitas Terbuka 2023: Jurusan, Jadwal, dan Cara Daftarnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.