Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Obat Sirup, Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius, dan Pandangan Ahli Farmasi...

Kompas.com - 20/10/2022, 09:05 WIB
Nur Rohmi Aida,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk sementara meminta para tenaga kesehatan (nakes) agar tidak meresepkan obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup.

Adapun bagi apotek, Kemenkes juga meminta agar tidak menjual obat dalam bentuk sirup.

“Kemenkes meminta pada apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau obat bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran kementerian atau BPOM ini tuntas,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril dalam konferensi pers Kemenkes, Rabu (19/10/2022).

Rekomendasi dari Kemenkes ini berlaku untuk semua obat sirup ataupun obat cair, dan tidak hanya parasetamol.

Baca juga: 2 Zat yang Dilarang BPOM pada Produk Obat Sirup, Apa Saja?

Sebagai gantinya, anak-anak bisa diberikan obar selain dalam bentuk sirup.

“Sebagai alternatif bisa memakai bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, supositoria atau lainnya,” ungkap dia.

Sebagai informasi, larangan Kemenkes ini dikeluarkan setelah adanya kasus gagal ginjal akut misterius. Todal sudah ada 206 kasus sejak Januari hingga 16 Oktober 2022.

Adapun penyebab dari penyakit tersebut sejauh ini belum diketahui.

Baca juga: Obat Sirup Dilarang, Apa yang Harus Diberikan pada Anak ketika Sakit?


Lantas, apakah keputusan tersebut sudah tepat?

Pandangan ahli

Guru Besar bidang Farmakologi dan Farmasi Klinis Fakultas Farmasi UGM Zullies Ikawati menilai keputusan larangan penggunaan sirup tersebut memang sangat dilematis.

“Menurut saya ini memang keputusan yang sangat dilematis, karena obat bentuk sediaan cair atau sirup kan memang banyak digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menelan obat tablet atau kapsul,” ujar Zullies kepada Kompas.com, Rabu (19/10/2022).

Namun pihaknya mengingatkan, bahwa sebaiknya keputusan Kemenkes melarang seluruh obat bentuk sediaan cair atau sirup ini dilakukan dengan mempertimbangkan risiko dan manfaat.

“Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dengan menggunakan sirup sehingga disarankan penghentiannya. Tetapi mestinya tidak digebyah uyah (disamaratakan) ya,” katanya lagi.

Baca juga: BPOM Temukan 16 Produk Kosmetik Berbahan Karsinogen, Ini Perinciannya

Terutama menurutnya, untuk anak-anak yang menderita penyakit kronis dan harus minum obat rutin berbentuk sirup yang selama ini aman-aman saja dalam penggunaannya.

Ia mencontohkan, pada anak dengan epilepsi yang harus minum obat rutin, ketika obatnya dihentikan, atau diubah bentuknya bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol.

Halaman:

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com