Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Larangan Obat Sirup, Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius, dan Pandangan Ahli Farmasi...

KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk sementara meminta para tenaga kesehatan (nakes) agar tidak meresepkan obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup.

Adapun bagi apotek, Kemenkes juga meminta agar tidak menjual obat dalam bentuk sirup.

“Kemenkes meminta pada apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau obat bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran kementerian atau BPOM ini tuntas,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril dalam konferensi pers Kemenkes, Rabu (19/10/2022).

Rekomendasi dari Kemenkes ini berlaku untuk semua obat sirup ataupun obat cair, dan tidak hanya parasetamol.

Sebagai gantinya, anak-anak bisa diberikan obar selain dalam bentuk sirup.

“Sebagai alternatif bisa memakai bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, supositoria atau lainnya,” ungkap dia.

Sebagai informasi, larangan Kemenkes ini dikeluarkan setelah adanya kasus gagal ginjal akut misterius. Todal sudah ada 206 kasus sejak Januari hingga 16 Oktober 2022.

Adapun penyebab dari penyakit tersebut sejauh ini belum diketahui.

Lantas, apakah keputusan tersebut sudah tepat?

Pandangan ahli

Guru Besar bidang Farmakologi dan Farmasi Klinis Fakultas Farmasi UGM Zullies Ikawati menilai keputusan larangan penggunaan sirup tersebut memang sangat dilematis.

“Menurut saya ini memang keputusan yang sangat dilematis, karena obat bentuk sediaan cair atau sirup kan memang banyak digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menelan obat tablet atau kapsul,” ujar Zullies kepada Kompas.com, Rabu (19/10/2022).

Namun pihaknya mengingatkan, bahwa sebaiknya keputusan Kemenkes melarang seluruh obat bentuk sediaan cair atau sirup ini dilakukan dengan mempertimbangkan risiko dan manfaat.

“Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dengan menggunakan sirup sehingga disarankan penghentiannya. Tetapi mestinya tidak digebyah uyah (disamaratakan) ya,” katanya lagi.

Terutama menurutnya, untuk anak-anak yang menderita penyakit kronis dan harus minum obat rutin berbentuk sirup yang selama ini aman-aman saja dalam penggunaannya.

Ia mencontohkan, pada anak dengan epilepsi yang harus minum obat rutin, ketika obatnya dihentikan, atau diubah bentuknya bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol.

“Jadi tetap harus mempertimbangkan risiko dan manfaat,” terangnya.

Adapun untuk obat seperti parasetamol yang sifatnya mengurangi gejala, di mana jika penggunaan sirup dianggap lebih berisiko ketimbang manfaatnya untuk saat ini dan memang sedang diteliti kemungkinan adanya cemaran yang bisa membahayakan, menurutnya, yang demikian bisa dicoba dalam bentuk puyer atau supositoria yang masih bisa diberikan.

Lebih lanjut dirinya menilai, selain terhadap kandungan obat, juga perlu adanya penelitian mengenai kemungkinan lain yang menjadi penyebab adanya kasus gagal ginjal akut misterius tersebut.

Hal ini menurutnya, karena ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan adanya kasus gagal ginjal akut misterius.

“Bisa saja faktor infeksi, makanan-minuman, atau yang lain. Memang ini masih misterius karena kejadiannya cukup cepat sampai menimbulkan kematian,” kata dia.

Jika penyebabnya adalah karena ‘cemaran’ saja, biasanya kadar kontaminasi tidak besar. Selain itu, biasanya cemaran tersebut tidak sampai mematikan.

“Itu yang masih menjadi pertanyaan saya ketika disebutkan bahwa ada beberapa produk yang terdeteksi mengandung etilen glikol atau dietilen glikol, berapa kadar mereka dan apakah sampai mencapai dosis toksiknya?” pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/20/090500065/larangan-obat-sirup-kasus-gagal-ginjal-akut-misterius-dan-pandangan-ahli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke