Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sosok Penggugat Ijazah Jokowi yang Jadi Tersangka Ujaran Kebencian

Kompas.com - 14/10/2022, 06:30 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Polri menetapkan Bambang Tri Mulyono yang menggugat ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai tersangka kasus ujaran kebencian pada Kamis (13/10/2022).

Selain Bambang, Sugik Nur Rahardja (SMR) juga ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi melalui konten yang diunggahnya di YouTube Gus Nur 13 Official.

"Terkait perkembangan perkara narasumber, pembicara, pengelola, pemilik, pengguna, dan atau yang menguasai akun YouTube Gus Nur 13 Official tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA dan atau penistaan agama," ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Penetapan tersangka itu berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/0568/IX/2022 Bareskrim Polri tertanggal 29 September 2022.

Dalam kasus itu, Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, yaitu sebanyak 23 saksi dan saksi ahlinya sebanyak 7 orang.

Baca juga: Jadi Tersangka Ujaran Kebencian, Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur Dijerat Pasal Berlapis

Gugat ijazah Jokowi

Bambang diketahui menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan ihwal dugaan menggunakan ijazah palsu saat mengikuti pemilihan presiden (pilpres) pada 2019.

Gugatan itu dilayangkan Bambang pada Senin (3/10/2022).

Bahkan, gugatan telah terdaftar dalam perkara nomor 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum (PMH).

Dilansir dari Kompas.com, Kamis (13/10/2022), Bambang meminta agar Jokowi dinyatakan telah membuat keterangan yang tidak benar dan atau memberikan dokumen palsu berupa ijazah sekolah dasar SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.

Penggugat juga meminta agar Jokowi dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena menyerahkan dokumen ijazah yang berisi keterangan tidak benar dan atau memberikan dokumen palsu, sebagai kelengkapan syarat pencalonannya untuk memenuhi ketentuan Pasal 9 Ayat (1) huruf r Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2018, untuk digunakan dalam proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024.

Selain Jokowi, Bambang juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Lalu, siapa sosok Bambang?

Baca juga: Profil Bambang Tri Mulyono, Pernah Dibui Akibat Buku Jokowi Undercover, Kini Disangka Lakukan Penistaan Agama

Sosok Bambang Tri Mulyono

Buku Jokowi Undercover yang ditulis Bambang Tri Mulyono dipamerkan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/1/2017). Buku ini dianggap melanggar hukum karena berisi hal-hal yang sifatnya penyebaran kebencian, diskriminatif terhadap etnis tertentu, dan penghinaan terhadap presiden Joko Widodo. Ambaranie Nadia K.M Buku Jokowi Undercover yang ditulis Bambang Tri Mulyono dipamerkan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/1/2017). Buku ini dianggap melanggar hukum karena berisi hal-hal yang sifatnya penyebaran kebencian, diskriminatif terhadap etnis tertentu, dan penghinaan terhadap presiden Joko Widodo.
Dikutip dari Kompas.com, (13/10/2022), Bambang Tri Mulyono lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 4 Mei 1971.

Dia bersekolah di SD N Sukorejo, SMP N 2 Blora, dan SMA N 1 Blora. Kemudian, kuliah di jurusan pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).

Namun, Bambang memutuskan keluar kuliah, meski studinya sudah masuk tahap akhir. Setelah itu, kegiatan Bambang tidak banyak diketahui.

Nama Bambang muncul ke permukaan setelah menulis buku Jokowi Undercover.

Akibatnya dia diperiksa polisi dan ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Desember 2016.

Penyidik menyebut buku itu tidak mempunyai sumber yang jelas terkait referensi.

Karena karyanya itu, Ia secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) secara berlanjut.

Tindakannya itu juga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 A ayat (2) Undang-undang Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana jo UU nomor 8/1981.

Akibat tindakannya, Bambang divonis 3 tahun penjara.

"Karena perbuatannya, kami menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama tiga tahun, dikurangi dengan lamanya masa penahanan yang dijalani terdakwa. Sementara terdakwa tetap ditahan," kata Ketua Majelis Hakim, Makmurin Kusumastuti saat membacakan vonis.

Baca juga: Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono Jadi Tersangka Ujaran Kebencian di Youtube

Dalam menjatuhkan pidana tersebut, majelis hakim juga mempertimbangkan beberapa hal.

Alasan yang memberatkan karena perbuatan terdakwa ditujukan kepada Presiden RI sebagai kepala negara yang seharusnya dihormati.

Perbuatan terdakwa juga telah meresahkan masyarakat dengan menyebar fitnah dan terdakwa juga bersikap tidak sopan di persidangan serta merasa tidak bersalah.

Dikutip dari Kompas.com, (10/5/2017), sanksi yang meringankan Bambang yakni, ia tercatat tidak pernah bersinggungan dengan hukum.

Selain itu, Bambang juga memiliki tanggung jawab sebagai tulang punggung bagi keluarganya.

(Sumber: Kompas.com/Rahel Narda Chaterine, Ihsanuddin, Puthut Dwi Putranto Nugroho | Editor: Sabrina Asril, Bayu Galih, Farid Assifa, Aryo Putranto Saptohutomo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Tren
Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com