“Saya tidak berpikir hal seperti itu harus terjadi di Gambia," kata Kamaso yang kehilangan putranya yang baru berusia dua tahun.
"Kami mengadakan nyala lilin dan doa untuk menyerukan aksi bagi 66 anak yang meninggal akibat kelalaian," kata aktivis HAM, Madi Jobarteh.
Pihaknya menyalahkan sistem di negara itu yang membiarkan obat-obatan berbahaya masuk ke sana.
Gambia tak memiliki peralatan pengujian yang memadai untuk mendeteksi kasus wabah gagal ginjal sehingga mereka harus mengirim sampel darah ke Senegal.
Setelah pengumuman yang dilakukan WHO terkait peringatan empat sirup obat batuk produksi Maiden, India, pihak berwenang Gambia akhirnya menyita lebih dari 16.000 dosis keempat obat tersebut, termasuk juga menyita produk paracetamol yang diproduksi oleh Maiden.
"Setelah kematian beberapa anak pertama, pemerintah seharusnya mengambil langkah untuk mencari tahu penyebabnya. Sebaliknya, malah membiarkannya di luar kendali," ujar Kamaso.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.