Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Video Anak SD Disebut Trauma Rambutnya Dipotong Guru Acak-acakan

Kompas.com - 09/08/2022, 06:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

Libatkan perasaan anak

Di sisi lain, Christin mengatakan, saat akan mengarahkan perilaku anak, orang dewasa haruslah tetap mengikutsertakan atau melibatkan perasaan anak.

Dengan demikian, maka hasilnya akan stabil dan anak bisa memiliki perilaku seperti yang diharapkan.

Christin mengumpamakan pengarahan perilaku anak dengan rumus perkalian. Saat tanda yang sama dikalikan, maka hasilnya akan menjadi plus atau positif.

Sebaliknya, jika angka dengan perbedaan tanda dikalikan, maka hasilnya negatif atau minus.

"Tanda plus dengan plus itu sama dengan plus. Tapi kalau tandanya beda (min dengan plus), maka hasilnya min," paparnya.

Lebih lanjut, tanda pertama merupakan perilaku atau sikap anak yang diharapkan. Sedangkan tanda kedua, adalah perasaan anak.

Misalnya, rambut anak yang rapi adalah sebuah tanda positif. Maka, arahkan agar anak memiliki perasaan positif pula.

"Kita sampaikan ke anak bahwa bagus loh kalau rambutnya seperti ini kamu senang nggak, diberi contoh seperti Kak siapa misalnya," kata Christin.

Saat anak menjawab dirinya senang memiliki rambut seperti yang diarahkan tadi, barulah orang dewasa memendekkan rambut anak.

"Jadi plus pertama itu rambut rapi dan tanda plus kedua yaitu perasaan anak senang. Pasti akan membuat anak memiliki perilaku seperti yang kita harapkan," ujar dia.

Ilustrasi berikutnya, jika kedua tanda minus atau negatif.

Christin mencontohkan, anak ditanya apakah senang jika rambut tidak rapi. Rambut tidak rapi adalah perilaku minus atau negatif.

Saat anak menjawab tidak senang yang mana juga kalimat negatif, maka hasilnya adalah positif.

"Kita tanya ke anak, kalau rambut tidak rapi kamu senang nggak? Maka rambut tidak rapi min, dikali perasaan anak nggak senang. Maka hasilnya plus juga," papar Christin.

"Coba sekarang yang tandanya beda. Rambut rapi itu plus, tapi anak nggak senang, nggak tahu kenapa harus dipotong, nangis waktu dipotong, atau min. Maka rambut rapi itu plus, perasaan anak min, hasilnya akan min," imbuhnya.

Hasil akhir yang negatif atau minus itulah, menurut Christin, berpotensi menyebabkan anak trauma.

Meski demikian, ia menekankan, anak tidak akan trauma asal orangtua mau move on.

"Jadi intinya dalam mengarahkan perilaku anak harus menggunakan konsep dan hasilnya harus plus. Artinya, libatkan perasaan," ujar Christin.

Ia menambahkan, jika permasalahan serupa kembali terjadi di kemudian hari, orang tua harus melakukan pertemuan dan berbicara empat mata dengan guru.

"Jadi menurut saya kalau ada permasalahan seperti ini, sampaikan ke yang bersangkutan yaitu guru dan bicarakan empat mata," sarannya.

"Semoga dengan ini, maka anak menjadi lebih bahagia, orang tua dan guru juga menjadi lebih bijak," tambah Christin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com