Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Kompas.com - 16/05/2024, 17:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak mahasiswa mengeluhkan mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) perguruan tinggi yang naik berkali-kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Keluhan salah satunya dilakukan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang melakukan aksi memprotes UKT mahal ke rektorat. 

Selain Unsoed, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo juga menuntut rektorat mengahapus UKT golongan 9.

Baca juga: Biaya UKT di Perguruan Tinggi Negeri Naik, Ini Kata Kemendikbud Ristek

 

Presiden BEM UNS Solo, Agung Lucky Pradita mengatakan, UKT Golongan 9 terlalu memberatkan mahasiswa. Sebelumnya, UKT di UNS hanya sampai Golongan 8. Kenaikan UKT baru terjadi tahun ini. Menurutnya, selama beberapa tahun, UKT di UNS tidak mengalami kenaikan.

Keluhan yang sama soal UKT mahal juga dilontarkan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Riau. 

 

Kemendikbudristek: pendidikan tinggi bukan wajib belajar

Terkait sejumlah keluhan soal UKT mahal, pihak Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti), mengatakan UKT tetap mengikuti panduan yang berlaku.

PLT Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Tjitjik Srie Tjahjandarie juga membantah jika perguruan tinggi negeri melakukan komersialisasi UKT.

Pihaknya menjelaskan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) menurutnya belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Sehingga masyarakat masih harus membayar sejumlah biaya.

Selain itu, dia juga mengatakan biaya UKT tetap mempertimbangkan seluruh kelompok masyarakat dan tetap mengikuti panduan yang berlaku.

“Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," kata Tjitjik dikutip dari Kompas TV, Rabu.

Baca juga: Didemo Mahasiswanya, Unsoed Cabut Peraturan Rektor soal Kenaikan UKT

Oleh karena pendidikan tinggi bukan wajib belajar, menurut Tjitjik, pendanaan pemerintah difokuskan untuk pembiayaan wajib belajar yang merupakan amanat undang-undang.

Meski begitu, pihaknya mengatakan, pemerintah tetap bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan tinggi yang baik.

“Bagaimana untuk pendidikan tinggi? Tentunya pemerintah memberikan, tetap bertanggung jawab, tapi dalam bentuk operasional perguruan tinggi yang kita sebut dengan BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri),” tuturnya.

Baca juga: Didemo Mahasiswanya, Unsoed Cabut Peraturan Rektor soal Kenaikan UKT

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com