Lebih dari 700.000 orang telah melarikan diri atau diusir dari rumah mereka akibat konflik bersenjata dan kekerasan politik.
Situasi yang sangat tidak pasti membuat Bank Dunia mengecualikan proyeksi pembaruan ekonomi Myanmar untuk 2022-2024.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dituntut atas Kepemilikan Walkie Talkie, Apa Itu?
Pemerintah Pakistan telah melakukan pembicaraan dan mendesak IMF untuk menghidupkan kembali paket bailout 6 miliar dollar AS (Rp 89 triliun).
Paket bailout tersebut ditunda oleh pemerintahan Perdana Menteri Imran Khan yang sudah digulingkan pada April 2022.
Melonjaknya harga minyak mentah telah mendorong naiknya harga bahan bakar, sehingga berimbas juga pada kenaikan harga bahan-bahan lainnya.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Benazir Bhutto Terpilih sebagai Perdana Menteri Pakistan
Selain itu juga telah mendorong inflasi hingga lebih dari 21 persen dengan mata uang Rupee Pakistan yang telah jatuh sekitar 30 persen terhadap dolar tahun lalu.
Seruan seorang menteri pemerintah untuk mengurangi kebiasaan minum teh warganya guna mengurangi tagihan impor membuat marah warga Pakistan.
Untuk mendapat dukungan IMF, Pedana Menteri Shahbaz sharif kemudian menaikkan harga bahan bakar, menghapuskan subsidi bahan bakar dan memberlakukan pajak super bagi industri besar.
Pada akhir Maret 2022, cadangan devisa Pakistan telah turun menjadi 13,5 miliar dollar AS (Rp 202 triliun) atau setara dengan dua bulan impor.
Baca juga: Saat Negara-negara Kaya Minyak Kehilangan Pendapatan 9 Triliun Dollar AS
Memburuknya keuangan pemerintah, meningkatnya defisit neraca perdagangan dan modal telah memperparah permasalahan utang Turki.
Kondisi tersebut diperburuk dengan tingkat inflasi yang lebih dari 60 persen dan pengangguran tinggi.
Bank Sentral terpaksa menggunakan cadangan devisa untuk meredam krisis mata uang Lira yang sudah jatuh ke posisi terendah sepanjang masa terhadap Euro dan dolar AS pada akhir 2021.
Pemerintah Turki juga telah mencabut potongan pajak dan subsidi bahan bakar untuk meredam inflasi.
Krisis yang terjadi membuat warga Turki harus berjuang untuk dapat membeli makanan dan barang-barang lain.
Baca juga: 10 Kota Terkaya di Dunia, Mana Saja?
Inflasi di Zimbabwe telah melonjak hingga lebih dari 130 persen, sehingga meningkatkan kekhawatiran untuk kembali hiperinflasi seperti 2008.
Hiperinflasi Zimbabwe pada 2008 mencapai 500 miliar persen dan membuat ekonomi negara rapuh.
Zimbabwe selama bertahun-tahun telah berjuang untuk menghasilkan arus masuk dollar AS yang dibutuhkan untuk ekonomi lokal.
Baca juga: Daftar 10 Negara Terkaya di Dunia, Luksemburg Urutan Pertama
Ekonomi Zimbabwe terpukul akibat deindustrialisasi, korupsi, investasi rendah, ekspor rendah dan tingginya utang.
Inflasi juga membuat warga Zimbabwe tidak mempercayai mata uang negaranya dan lebih memilih menambah permintaan terhadap dollar AS,
Banyak warga Zimbabwe yang melewatkan makan karena mereka lebih memilih berjuang untuk memenuhi kebutuhan.
Baca juga: 10 Negara Termiskin di Dunia, Semua dari Benua Afrika, Mana Saja?