Ia menegaskan, gelar Haji pemberian Belanda juga bukan merupakan gelar penghormatan.
Melainkan, untuk berjaga-jaga jika mereka mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kritik dan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial.
Hal serupa dijelaskan pula oleh sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali dalam unggahan TikTok sebagaimana dikonfirmasi Kompas.com pada Jumat (10/6/2022).
Asep menuturkan, gelar Haji merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan penyebaran paham Pan-Islamisme dari ibadah haji yang merebak pada awal abad ke-20.
"Salah satunya sejak 1916, pemerintah Belanda menyematkan gelar Haji di depan nama setiap penduduk muslim yang ada di Hindi Belanda dengan maksud agar mudah diawasi," jelas dia.
Kala itu, semangat kemerdekaan terus digaungkan oleh tokoh Islam, terutama mereka yang telah kembali dari ibadah haji.
Maka dapat disimpulkan, imbuh Asep, gelar Haji adalah gelar pemberontak yang diberikan penjajah kepada penduduk Indonesia saat itu.
Asep mencontohkan beberapa tokoh yang sukses menyuarakan perlawanan kolonialisme usai beribadah haji.
Di antaranya, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah pada 1912, KH Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926, KH Samanhudi pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 1905, dan HOS Cokroaminoto pendiri Sarekat Islam (SI) 1912.
Namun, seiring berkembangnya zaman, saat ini gelar haji kerap dijadikan sebagai penanda kelas sosial-ekonomi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.