Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gelar Haji di Indonesia: Warisan Kolonial Belanda

Kompas.com - 14/06/2022, 19:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Haji adalah kewajiban umat Islam yang harus dilakukan setidaknya sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu.

Haji adalah rukun islam yang terakhir. Sebagai muslim yang taat tentunya ingin mengerjakan semua lima rukun Islam, syahadat, sholat, zakat, puasa dan pergi haji ke Mekkah.

Setelah pulang dari berhaji, biasanya seseorang tersebut akan disebut haji bagi laki-laki atau hajjah bagi perempuan. Sebutan ini ternyata hanya ada di Indonesia.

Sejak kapan seseorang yang pulang dari haji mendapat gelar Haji di depan namanya?

Baca juga: Kisah Fauzan, Berangkat Haji Naik Sepeda 8.000 Km, Disorot Media Arab

Sejak zaman kolonial Belanda

Dikutip dari Kompas.com gelar haji mulai digunakan di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda, tahun 1916.

Pada saat itu, Islam merupakan salah satu kekuatan anti-kolonialisme di Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

KH Ahmad Dahlan seusai pulang ibadah haji mendirikan Muhammadiyah.

KH Ahmad DahlanWikipedia KH Ahmad Dahlan

Kemudian, KH Hasyim Asyari mendirikan Nahdlatul Ulama, Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam, dan Cokroaminoto mendirikan Sarekat Islam.

Berdirinya organisasi-organisasi Islam ini mengkhawatirkan pihak Belanda, karena para tokoh yang kembali dari ibadah haji dianggap sebagai orang suci di Jawa.

Karena itu, para haji diyakini akan lebih didengar oleh penduduk awam lainnya.

Dulu, para kiai sendiri tidak ada yang bergelar haji, karena haji itu merupakan prosesi ibadah.

Namun, karena banyak perlawanan yang dilakukan umat Islam terhadap kolonial, terutama yang baru kembali dari ibadah haji, disematkanlah gelar haji.

KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul UlamaKominfo KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.

Tujuan pemberian gelar haji ini adalah agar pihak Belanda lebih mudah dalam melakukan pengawasan bagi para jemaah haji yang mencoba memberontak.

Oleh sebab itu, sejak 1916, setiap umat Muslim Indonesia yang baru saja pulang dari ibadah haji akan diberi gelar haji.

Baca juga: Benarkah Gelar Haji Warisan dari Belanda dan Hanya Ada di Indonesia?

 

Hanya ada di Indonesia

Sementara itu, Guru Besar bidang Ilmu Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Syamsul Bakri, membenarkan penyematan gelar Haji hanya ada di Indonesia.

"Itu khas Indonesia, tidak ada di negara lain. Buktinya di Timur Tengah tidak ada gelar Haji, orang Barat juga tidak bergelar Haji walaupun sudah haji," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/6/2022).

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN Raden Mas Said ini juga membenarkan asal gelar Haji dari pemerintah Hindia Belanda.

Paham Pan-Islamisme

Dahulu, orang-orang pribumi yang menunaikan ibadah haji diduga terpapar paham Pan-Islamisme, salah satu paham pemberontak kolonialisme selain komunis.

Pan-Islamisme merupakan sebuah ideologi politik yang mengajarkan bahwa umat Islam di seluruh dunia harus bersatu untuk dapat terbebas dari kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat.

Konsep dasar Pan-Islamisme dicetuskan oleh Jamaluddin Al-Afghani pada akhir abad ke-19 Masehi.

Syamsul menjelaskan, ada dua paham lawan kolonialisme pada saat itu, yakni kelompok kiri yang dikenal dengan komunis, serta Pan-Islamisme.

Penyematan gelar haji Pan-Islamisme mengajarkan bahwa umat Islam di seluruh dunia harus bersatu untuk dapat terbebas dari kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat.

Paham ini, bersumber dan menyebar dari Tanah Suci, tempat Muslim menggelar ibadah haji.

"Dulu orang haji tidak seminggu sebulan, bahkan bertahun-tahun, karena di sana sambil ngaji, sambil bekerja, macam-macam, dan ada interaksi orang yang berhaji dari berbagai negara," tutur Syamsul.

Menguatnya paham Pan-Islamisme kala itu, hingga pemerintah kolonial yang takut akhirnya menyematkan gelar Haji sebagai penanda.

"Maka orang-orang yang sepulang haji ditandai dan diberi gelar Haji oleh pemerintah kolonial, menyatu dengan namanya," jelas Syamsul.

Baca juga: Asal-usul Gelar Haji di Indonesia

 

Bukan gelar penghormatan

Ia menegaskan, gelar Haji pemberian Belanda juga bukan merupakan gelar penghormatan.

Melainkan, untuk berjaga-jaga jika mereka mempengaruhi masyarakat untuk melakukan kritik dan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial.

Hal serupa dijelaskan pula oleh sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali dalam unggahan TikTok sebagaimana dikonfirmasi Kompas.com pada Jumat (10/6/2022).

Asep menuturkan, gelar Haji merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan penyebaran paham Pan-Islamisme dari ibadah haji yang merebak pada awal abad ke-20.

"Salah satunya sejak 1916, pemerintah Belanda menyematkan gelar Haji di depan nama setiap penduduk muslim yang ada di Hindi Belanda dengan maksud agar mudah diawasi," jelas dia.

Kala itu, semangat kemerdekaan terus digaungkan oleh tokoh Islam, terutama mereka yang telah kembali dari ibadah haji.

Maka dapat disimpulkan, imbuh Asep, gelar Haji adalah gelar pemberontak yang diberikan penjajah kepada penduduk Indonesia saat itu.

Asep mencontohkan beberapa tokoh yang sukses menyuarakan perlawanan kolonialisme usai beribadah haji.

Di antaranya, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah pada 1912, KH Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926, KH Samanhudi pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 1905, dan HOS Cokroaminoto pendiri Sarekat Islam (SI) 1912.

Namun, seiring berkembangnya zaman, saat ini gelar haji kerap dijadikan sebagai penanda kelas sosial-ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com