KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan ketentuan hewan kurban yang boleh dikurbankan saat Idul Adha Juli mendatang.
Ketentuan tersebut diterbitkan sebagai urgensi di tengah wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menginfeksi hewan kurban, seperti sapi dan kambing.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.
Baca juga: Indonesia Pernah Dinyatakan Bebas PMK, Mengapa Penyakit Itu Datang Lagi?
Berdasarkan fatwa tersebut, hewan yang terjangkit wabah PMK dapat menjadi hewan kurban dengan syarat tertentu.
Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 ditetapkan pada Selasa (31/5/2022).
Dalam keadaan normal, syarat hewan kurban adalah sehat, cukup umur, dan tidak cacat (buta, pincang, tidak terlalu kurus).
"Namun, dengan adanya Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 terdapat syarat baru yang menjadikan hewan tersebut bisa digunakan untuk kurban," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (4/6/2022).
Baca juga: Bisakah Daging Sapi yang Terinfeksi PMK Dikonsumsi?
Mengacu pada Fatwa Nomor 32 Tahun 202, terdapat 3 hukum kurban dengan hewan yang terkena PMK, yakni sah, tidak sah, dan sedekah.
Artinya, hewan yang terkena wabah PMK dapat dijadikan hewan kurban apabila memenuhi beberapa syarat yang sudah ditentukan.
Berikut syarat hewan yang terkena PMK namun boleh digunakan sebagai hewan kurban:
Baca juga: Ramai Video Makan Kotoran Sapi Diklaim Baik bagi Kesehatan, Apa Kata Ahli?
Kendati demikian, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan telah sembuh dari wabah tersebut setelah lewat dari rentang waktu berkurban, maka hewan tersebut bukan menjadi kurban dan dianggap sebagai sedekah.
Adapun bagi hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan belum sembuh tidak dapat digunakan sebagai hewan kurban.
Gejala klinis kategori berat yang sering timbul di antaranya:
Baca juga: Penyakit Kuku dan Mulut Mewabah di Jatim, Penyakit Apa Itu?