Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Syarat Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK

Ketentuan tersebut diterbitkan sebagai urgensi di tengah wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menginfeksi hewan kurban, seperti sapi dan kambing.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.

Berdasarkan fatwa tersebut, hewan yang terjangkit wabah PMK dapat menjadi hewan kurban dengan syarat tertentu.

Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 ditetapkan pada Selasa (31/5/2022).

Dalam keadaan normal, syarat hewan kurban adalah sehat, cukup umur, dan tidak cacat (buta, pincang, tidak terlalu kurus).

"Namun, dengan adanya Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 terdapat syarat baru yang menjadikan hewan tersebut bisa digunakan untuk kurban," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (4/6/2022).

Mengacu pada Fatwa Nomor 32 Tahun 202, terdapat 3 hukum kurban dengan hewan yang terkena PMK, yakni sah, tidak sah, dan sedekah.

Artinya, hewan yang terkena wabah PMK dapat dijadikan hewan kurban apabila memenuhi beberapa syarat yang sudah ditentukan.

Berikut syarat hewan yang terkena PMK namun boleh digunakan sebagai hewan kurban:

2. Hewan terkan PMK dengan gejala klinis kategori berat, dengan syarat:

  • Telah sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (pada 10-13 Zulhijjah).

Kendati demikian, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan telah sembuh dari wabah tersebut setelah lewat dari rentang waktu berkurban, maka hewan tersebut bukan menjadi kurban dan dianggap sebagai sedekah.

Adapun bagi hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan belum sembuh tidak dapat digunakan sebagai hewan kurban.

Gejala klinis kategori berat yang sering timbul di antaranya:

Dalam fatwa yang sama, MUI juga memberikan imbauan bagi masyarakat yang merayakan Idul Adha untuk turut mencegah penularan wabah PMK.

Berikut 10 imbuan MUI terkait hal tersebut:

1. Muslim yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.

3. Muslim yang menjadi panitia kurban dan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.

4. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:

  • Dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.
  • Berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.

5. Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.

6. Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.

7. Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.

8. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.

9. Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.

10. Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin.

Perkembangan PMK di Indonesia

Kasus PMK di Indonesia mulai merebak di Indonesia sejak April 2022.

Saat itu, kasus pertama ditemukan di Gresik, Jawa Timur (28/4/2022). PMK ini merupakan penyakit yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku belah.

Kasus PMK bukan merupakan hal baru bagi Indonesia. Pada 1887 wabah ini pernah terjadi. Kendati demikian, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pernah menyatakan bahwa Indonesia bebas PMK pada 1990.

Hingga saat ini, hewan kurban yang terjangkit wabah PMK semakin bertambah.

Dilansir dari Kompas.com (2/6/2022), Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau mengatakan bahwa 28 ekor sapi terkonfirmasi positif PMK di daerah Inhil dan Siak.

Bahkan, kasus PMK ini telah menginfeksi sekitar 1.276 ekor sapi di Bandung.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Tisna Umaran menyebutkan bahwa hewan ternak yang positif PMK terdiri dari 1.050 ekor sapi perah, 212 ekor sapi potong, 11 ekor domba, dan 3 ekor kerbau.

Sejumlah pencegahan penularan mulai digencarkan, salah satunya melalui biosekuriti barang, kandang, karyawan peternakan, tamu kunjungan, kendaraan, dan ternak.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/05/100500465/syarat-hewan-kurban-di-tengah-wabah-pmk

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke