Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Kian Meredup dan Tak Seterang Dulu, Temuan Peneliti

Kompas.com - 06/10/2021, 14:00 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

Artinya, angka ini setara dengan penurunan 0,5 persen dalam reflektansi Bumi, di mana Bumi memantulkan sekitar 30 persen sinar Matahari yang menyinarinya.

"Banyak dari hal-hal ini yang menjadi kejutan untuk Anda, ini adalah salah satu kejutan itu," ujar Goode.

Ia mengatakan, selama 17 tahun pertama, data terlihat kurang lebih sama, sampai pada titik di mana para peneliti hampir membatalkan sisa penelitian.

"Kami agak enggan untuk melakukan data tiga tahun terakhir karena terlihat sama selama 17 tahun, tetapi akhirnya kami memutuskan untuk kembali mengamati karena kami sudah berjanji pada diri sendiri untuk melakukan hal ini pada 20 tahun data, dan kami mendapatkan hal yang tidak terduga," ucap Goode.

Dalam tiga tahun terakhir, penelitian mereka menunjukkan bahwa cahaya tanah telah turun secara dramatis. Bahkan begitu banyak penurunan, dan mereka pikir data mereka cacat.

"Ketika kami menganalisis data tiga tahun terakhir, itu terlihat berbeda," kata Goode.

"Pantulan telah turun dan turun secara nyata. Jadi kami pikir kami telah melakukan sesuatu yang salah. Jadi kami mengulanginya beberapa kali dan ternyata itu benar," lanjut dia.

Mereka melihat data tidak berkorelasi dengan kecerahan Matahari yang bervariasi karena siklus Mataharinya, yang berarti penyebabnya pasti sesuatu yang lain.

Baca juga: Asteroid Bennu Berpotensi Menabrak Bumi, Ini Kemungkinan Waktunya

Bumi juga semakin panas

Selanjutnya, mereka memperhatikan penurunan tutupan awan. Sinar Matahari dipantulkan dari puncak awan dan dipantulkan kembali ke angkasa.

Ketika ada penurunan tutupan awan, lebih banyak sinar Matahari yang diizinkan masuk.

“Bumi semakin panas karena cahaya yang dipantulkan berkurang, sehingga semakin banyak sinar matahari yang masuk, dalam spektrum yang terlihat,” kata Goode.

Penurunan tutupan awan terbesar terjadi di pantai barat Amerika Utara dan Selatan.

Wilayah yang sama di mana suhu permukaan laut meningkat, akibat pembalikan kondisi iklim yang disebut Pacific Decadal Oscillation (PDO).

PDO adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada fluktuasi suhu laut jangka panjang di seluruh Samudera Pasifik.

Saat lautan menghangat dan mendingin di tempat yang berbeda, hal itu memiliki dampak langsung pada jalur aliran jet.

Pergeseran aliran jet ini berdampak langsung pada kondisi cuaca dan iklim jangka panjang, terutama di pantai barat Amerika Utara dan Selatan.

"Di lepas pantai barat Amerika, awan dataran rendah terbakar habis dan lebih banyak sinar Matahari masuk, jadi seperti yang kita lihat, pantulan Bumi telah turun," kata Goode.

Ia mengatakan, hal itu akan berdampak langsung pada pemanasan Bumi yang lebih cepat.

Akibatnya, Bumi akan mendapatkan setengah watt ekstra per meter persegi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com