Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Vaksin Sputnik V Buatan Rusia yang Dapat Izin Penggunaan Darurat BPOM

Kompas.com - 28/08/2021, 10:50 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 Sputnik V pada 24 Agustus 2021.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, pemberian EUA untuk Sputnik V sudah melalui kajian secara intensif oleh BPOM bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Covid-19 dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).

"Vaksin Sputnik V digunakan dengan indikasi pencegahan Covid-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 untuk orang berusia 18 tahun ke atas," kata Penny, seperti diberitakan Kompas.com, 25 Agustus 2021.

Baca juga: BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Sputnik V

Melansir Covid-19 Vaccine Tracker The New York Time vaksin Sputnik V (juga dikenal sebagai Gam-Covid-Vac) dibuat oleh The Gamaleya Research Institute yang merupakan bagian dari Departemen Kesehatan Rusia.

Berdasarkan uji klinik fase 3, vaksin Sputnik V memiliki efikasi 91,6 persen dengan efek samping bersifat ringan dan sedang.

Rusia mulai mendistribusikan vaksin, yang dikenal sebagai Sputnik V, pada musim gugur 2020 dan sekarang digunakan secara luas di seluruh dunia.

Pengembangan vaksin

Awalnya, vaksin ini disebut Gam-Covid-Vac, dari kombinasi dua adenovirus yang disebut Ad5 dan Ad26. Keduanya telah diuji sebagai vaksin selama beberapa tahun.

Dengan menggabungkan keduanya, para peneliti Rusia berharap untuk menghindari situasi di mana sistem kekebalan dapat belajar mengenali vaksin sebagai benda asing yang perlu dihancurkan.

Uji coba vaksin

Para peneliti meluncurkan uji klinis pada Juni 2020. Uji klinis sempat menjadi kontroversi. Lalu, pada 11 Agustus, Presiden Vladimir V Putin mengumumkan, regulator perawatan kesehatan Rusia telah menyetujui vaksin, yang selanjutnya dinamai Sputnik V.

Namun, saat itu uji coba fase 3 bahkan belum dimulai. Para pakar vaksin mengecam langkah itu sebagai tindakan berisiko dan Rusia kemudian membatalkan pengumuman tersebut dengan menyatakan bahwa persetujuan itu adalah “sertifikat pendaftaran bersyarat,” yang akan bergantung pada hasil positif dari uji coba fase 3.

Relawan untuk uji coba berasal dari Rusia, Belarus, Uni Emirat Arab, dan Venezuela. Pada 17 Oktober 2020, uji coba tahap 2/3 diluncurkan di India.

Pada 4 September 2020, tiga minggu setelah pengumuman Putin, para peneliti Gamaleya mempublikasikan hasil uji coba fase 1/2 mereka.

Mereka menemukan bahwa Sputnik V menghasilkan antibodi terhadap virus corona dan efek samping ringan.

Pada 11 November 2020, Russian Direct Investment Fund mengumumkan bukti awal pertama dari uji coba fase 3 mereka yang menunjukkan bahwa vaksin itu efektif.

Berdasarkan 20 kasus Covid-19 di antara peserta uji coba, para ilmuwan Rusia memperkirakan bahwa vaksin tersebut menunjukkan kemanjuran 92 persen.

Pada Desember 2020, persidangan telah mencapai total akhir 78 kasus. Produsen vaksin mempublikasikan hasil uji coba fase 3 mereka pada 2 Februari 2021 di jurnal The Lancet.

Studi ini menunjukkan kemanjuran yang tinggi setelah dua dosis dan tidak menemukan efek samping yang serius. Tidak ada peserta vaksin yang mengalami kasus Covid-19 serius.

Pada Januari 2021, peneliti Gamaleya memulai uji coba di mana mereka hanya memberi orang dosis pertama adenovirus Ad26.

Adenovirus Ad26 merupakan adenovirus yang sama dalam vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson. Mereka menjuluki versi satu dosis ini “Sputnik Light.”

Pada 12 Februari 2021, direktur pusat Gameleya, dalam sebuah wawancara televisi, menyebutkan, Sputnik Light kemungkinan hanya akan memberikan perlindungan selama empat hingga lima bulan.

Rusia mengumumkan pada 6 Mei 2021 bahwa Sputnik Light memberikan kemanjuran 79,4 persen, tetapi tidak mempublikasikan rincian penelitian atau mengatakan berapa lama kemanjuran akan bertahan.

Setelah versi vaksin dosis tunggal diluncurkan di Argentina, sebuah penelitian menemukan bahwa efektivitasnya antara 78,6 dan 83,7 persen.

Studi juga masih dilakukan untuk menilai keamanan dan efektivitas Sputnik V pada anak-anak dan remaja.

Pada 8 Juli 2021, para peneliti mendaftarkan uji coba fase 2/3 untuk orang Rusia berusia 12 hingga 17 tahun.

Pada Desember 2020, Institut Gamaleya bergabung dengan pembuat obat AstraZeneca, yang membuat vaksin berdasarkan adenovirus simpanse.

Kedua tim menggabungkan vaksin mereka untuk melihat apakah campuran tersebut dapat meningkatkan kemanjuran vaksin AstraZeneca.

Percobaan terdaftar pada bulan Februari. Pada 30 Juli, pejabat Rusia mengumumkan bahwa mencampur Sputnik V dengan suntikan AstraZeneca tidak menyebabkan efek samping atau kasus Covid-19 baru.

Mereka mengumumkan hasil serupa pada 20 Agustus setelah mengombinasikan Sputnik Light dengan suntikan Astrazeneca dalam uji coba di Azerbaijan.

Mengombinasikan Sputnik Light dengan vaksin AstraZeneca, Sinopharm, dan Moderna juga terbukti aman. Hal itu diumumkan pejabat Rusia pada 4 Agustus 2021.

Pejabat China mengumumkan pada 30 Juli 2021 bahwa Sputnik V adalah bagian dari uji coba baru yang menilai efektivitasnya bila dikombinasikan dengan vaksin CanSino.

Uji coba praklinis untuk versi intranasal Sputnik V telah selesai, dan uji coba pada manusia dapat segera dimulai, kata pejabat Rusia pada 11 Agustus.

Otorisasi

Pada November 2020, Pemerintah Rusia mulai menawarkan Sputnik V di Rusia dalam kampanye vaksinasi massal. Namun, kekhawatiran bahwa vaksin itu terburu-buru untuk disetujui menyebabkan keragu-raguan yang meluas.

Pada 22 Desember, Belarusia menjadi negara pertama di luar Rusia yang mendaftarkan Sputnik V dan sejak itu sejumlah negara lain mengikutinya. Sputnik Light menerima otorisasi untuk digunakan di Rusia pada 6 Mei 2021.

Di Eropa, regulator mulai meninjau ulang Sputnik V pada 4 Maret 2021. Jika Badan Obat Eropa menyetujuinya, banyak negara Eropa mungkin akan menggunakan vaksin tersebut.

Pada April 2021, regulator vaksin Brazil menolak Sputnik V, berdasarkan sejumlah kekhawatiran, termasuk kemungkinan bahwa adenovirus dalam vaksin tidak dinonaktifkan dengan benar.

Setelah berminggu-minggu bersitegang, Brazil memberi lampu hijau kepada Sputnik V pada bulan Juni, tetapi dengan beberapa syarat, termasuk membatasinya hanya untuk orang dewasa yang sehat.

Kekhawatiran atas efektivitas vaksin juga telah mendorong India untuk menolak izin uji coba fase 3 yang akan dilakukan di negara tersebut.

Efektivitas terhadap varian

Sebuah studi yang diterbitkan pada Juli 2021 menemukan bahwa antibodi Sputnik dapat menghadapi varian Delta, meskipun tidak seefektif ketika melawan versi asli virus corona.

Cara pemberian vaksin

Diberitakan Kompas.com, 25 Agustus 2021, Penny mengatakan, vaksin ini diberikan secara injeksi intramuskular dengan dosis 0,5 mL untuk dua kali penyuntikan dalam rentang waktu tiga minggu.

Efek samping

Efek samping vaksin Sputnik V bersifat ringan dan sedang.

Menurut BPOM, efek samping paling umum yang dirasakan adalah gejala menyerupai flu (a flu-like syndrome), yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi (arthralgia), nyeri otot (myalgia), badan lemas (asthenia), ketidaknyamanan, sakit kepala, hipertermia, atau reaksi lokal pada lokasi injeksi.

Penyimpanan

Vaksin Sputnik V termasuk dalam kelompok vaksin yang memerlukan penyimpanan pada kondisi suhu khusus, yaitu pada suhu -20 celcius hingga ± 2 celcius.

Baca juga: BPOM: Efek Samping Vaksin Sputnik V Bersifat Ringan dan Sedang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com