Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghapusan Mural oleh Aparat, Bagaimana Negara Menyikapi Kritik di Ruang Publik?

Kompas.com - 18/08/2021, 07:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - "Dipaksa sehat di Negara yang Sakit"

Kalimat tersebut terpampang pada karya mural yang dilukis di sebidang dinding rumah warga di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Bersama kalimat tersebut, sang seniman juga turut melukis gambar dua karakter binatang dengan latar belakang berwarna cerah, yang menarik perhatian setiap orang yang melintas.

Mural yang kemudian viral di media sosial itu akhirnya dihapus oleh pihak berwenang di daerah tersebut.

Selain dianggap melanggar aturan mengenai ketertiban lingkungan, kalimat yang terdapat pada karya seni tersebut juga dinilai bernada provokatif serta menghasut oleh pihak berwenang.

Demikian penjelasan dari Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan Bakti Jati Permana mengenai alasan penghapusan mural itu.

"Mural tersebut nadanya kalau kami mengartikannya dapat dikatakan kritis, cuma kan multi tafsir. Kalau kami mengartikan provokasi juga, menghasut lah," kata Bakti, seperti diberitakan Kompas.com, 13 Agustus 2021.

"Sekarang kalau misalnya bahasanya 'dipaksa sehat di negara sakit' Apakah memang negara kita sakit? Kan jadi pertanyaan juga," katanya lagi.

Baca juga: Ramai Mural Jokowi 404: Not Found dan Deretan Mural yang Dihapus Petugas

404: Not Found

Tak hanya mural di Pasuruan, beberapa waktu lalu juga sempat viral mural "404: Not Found" dengan gambar wajah seseorang yang dianggap mirip Presiden Joko Widodo.

Mural tersebut tergambar di sebuah dinding di kawasan Batujaya, Batuceper, Kota Tangerang, Banten.

Sama seperti nasib mural "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit", mural "404: Not Found" pada akhirnya juga dihapus oleh pihak berwenang setempat dan TNI-Polri.

Kasubbag Humas Polres Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim, menjelaskan, penghapusan mural "404: Not Found" dilakukan dengan alasan bahwa mural tersebut melecehkan Presiden, yang oleh aparat dianggap sebagai lambang negara.

Tak hanya dihapus, aparat juga menyelidiki sosok yang bertanggungjawab membuat mural tersebut.

"Tetap diselidiki itu perbuatan siapa. Karena bagaimanapun itu kan lambang negara, harus dihormati," kata Abdul Rachim, seperti diberitakan Tribun News, 13 Agustus 2021.

Baca juga: Apakah Membuat Mural Presiden Bisa Dipidana? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Ungkapan ketidakberdayaan masyarakat

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menjelaskan, selain sebagai sebuah karya seni, mural juga dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial baru atau new social movement.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com