Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudik Dilarang tapi WNA Boleh Masuk, Pemerintah Diminta Konsisten

Kompas.com - 07/05/2021, 19:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah memberlakukan larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021.

Semua perjalanan dilarang, kecuali perjalanan dengan kebutuhan penting.

Namun, di saat mudik dilarang dan hampir semua akses dibatasi, justru WNA dapat leluasa masuk.

Seperti, kehadiran puluhan tenaga kerja asing (TKA) asal China melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta, Selasa (4/5/2021) kemarin.

Pengamat menilai, pemerintah tak konsisten dalam menerapkan kebijakannya.

Baca juga: Lion Air Buka Rute Wuhan-CGK Angkut TKA China? Ini Penjelasan Kemenhub

Harus konsisten

Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik Gabriel Lele meminta, agar Pemerintah menunjukkan konsistensinya dalam menetapkan kebijakan.

"Pemerintah dituntut untuk konsisten terkait kebijakannya. Jika untuk lalu lintas domestik sudah diberlakukan peniadaan dan pengetatan mudik, maka hal yang sama untuk lalu lintas internasional," kata Gabriel saat dihubungi, Jumat (7/5/2021).

Menurutnya, apabila pintu bagi WNA dibuka Pemerintah sama dengan berlaku diskriminatif terhadap warga negaranya sendiri.

Pemerintah memberi perlakuan istimewa terhadap WNA, sementara pada warganya sendiri justru membatasi pergerakannya.

Selain itu, Gabriel menilai masuknya WNA di saat seperti ini juga patut diketahui secara jelas urgensinya.

"Karena yang diberi perlakuan adalah WNA China, perlu dilacak urgensinya. Mengapa Cina? Bagaimana dengan WNA yang lain? Pemerintah tidak diperbolehkan memberikan perlakuan diskriminatif terhadap WNA mana pun kecuali terdapat alasan obyektif," sebut dosen Manajemen Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada itu.

Dia juga menyampaikan pandangannya terkait perlunya penerapan kebijakan "satu pintu" oleh Pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19.

Selama ini, publik kerap dihadapkan pada kebijakan yang antar instansi pemerintahan berbeda satu sama lain.

Misalnya Kementerian Perhubungan yang sempat menyebut Pemerintah tidak akan melarang mudik, padahal Pemerintah melarangnya.

Atau pernyataan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang meminta adanya dispensasi bagi para santri agar bisa kembali ke keluarga di saat Lebaran, yang kontradiktif dengan ketetapan Pemerintah untuk melarang semua masyarakat melakukan kegiatan mudik Lebaran

"Yang terpenting adalah Pemerintah segera menerapkan kebijakan 'satu pintu'. Integrasikan kebijakan lintas kementerian dan daerah supaya tidak ada kontradiksi semacam ini," pungkas Gabriel.

Baca juga: Titik Penyekatan Mudik 2021, Syarat dan Surat Izin Perjalanan Nonmudik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com