Sasaran lemparan batu bahkan bukan hanya pete-pete, tapi juga taksi, kendaraan bernomor pelat merah, dan kendaraan militer. Selama tiga hari aksi, tercatat 15 taksi dan 11 mikrolet rusak.
Pada tengah hari sempat berlangsung pertemuan petugas dengan mahasiswa Universitas 45 Ujungpandang. Di situ disepakati, mahasiswa harus menghentikan aksinya, sedang petugas harus meninggalkan kampus itu.
Tapi sampai pukul 14.00 Wita, mahasiswa masih melihat oknum petugas di kampusnya, sehingga mereka beraksi lagi.
Dalam perkembangan selanjutnya, para mahasiswa sempat melempari petugas, sementara petugas menghalau dengan menggunakan gas air mata.
Unjuk rasa di Makassar yang kemudian berkembang menjadi kerusuhan, menyebabkan tewasnya Syaiful, korban pertama yang merupakan mahasiswa Angkatan 1994 Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.
Menurut Komandan Distrik Militer (Dandim) 1408/BS Letkol (Art) Sabar Yudo Suroso, hari Rabu malam pukul 11.00 Wita, Syaiful tewas akibat terperosok ke Sungai Pampang, di belakang Kampus UMI Jl Urip Sumihardjo.
Saat itu korban disebutkan sedang "menyelamatkan diri" ketika aparat keamanan membubarkan unjuk rasa di kampus itu.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Sirkuit Sentul Gelar MotoGP, Diikuti Valentino Rossi di Kelas 125cc
Diberitakan Harian Kompas, 27 April 1996, ketiga korban dikabarkan tewas karena tenggelam di sungai yang letaknya di belakang Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), dan bukan karena penembakan yang dilepaskan oleh aparat keamanan.
"Tidak ada penembakan yang dilepas oleh aparat keamanan," tegas Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono selesai memimpin Rapat Evaluasi Pengamanan Pemilu 1997 di Markas Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana, Denpasar, 26 April 1996.
Menurut Kasum ABRI, penggiringan para mahasiswa pengunjuk rasa ke kampus UMI itu terpaksa dilakukan, karena tindakan para mahasiswa itu sudah mengarah pada tindakan kriminal.
Disebutkan, mahasiswa mulai melempari beberapa angkot dan memalangkan kendaraan di jalanan.
Namun versi mahasiswa berbeda. Mengutip Harian Kompas, 6 Mei 1996, menurut mahasiswa, dua dari tiga mahasiswa yang tewas itu sebelumnya telah dipukuli lebih dahulu dan baru kemudian dibuang ke sungai. Perlakuan itulah yang membuat mereka menemui ajalnya.
Baca juga: [HOAKS] KRI Nanggala-402 Sudah Bisa Dihubungi
Pada akhirnya Surat Keputusan (SK) Wali Kota Ujungpandang (sekarang Makassar) mengenai penyesuaian tarif angkutan penumpang umum ditangguhkan.
Arus angkutan kota pulih kembali dengan memberlakukan tarif lama pada 26 April 1996.
Ketua DPD Organda Sulsel, H Opu Sidik, turun ke terminal Panaikang pada 26 April 1996 menyampaikan instruksi Gubernur Sulsel tentang penangguhan tarif angkota sesuai SK Wali Kota tertanggal 16 April 1996, sekaligus mengumumkan pemberlakukan kembali tarif angkutan kota (pete-pete) yang lama.