Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Klaim Kasus Covid-19 di Indonesia Menurun, Benarkah Demikian?

Kompas.com - 26/03/2021, 19:44 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan rasa syukurnya karena kasus Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan.

Mengutip Kompas.com, Jumat (26/3/2021) Jokowi membandingkan penurunan kasus Covid-19 harian di Indonesia, dengan grafik kasus Covid-19 di negara lain.

Jokowi menyebut, di India, kasus Covid-19 harian mencapai 59.000 kasus, sedangkan di Brasil, kasus Covid-19 harian meningkat menjadi 90.500 kasus.

Sementara di Amerika Serikat, angka kasus Covid-19 harian tercatat mencapai 66.000 kasus.

"Kita alhamdulillah, di Januari kita pernah berada di angka 13.000 kasus harian, 14.000, bahkan pernah 15.000. Sekarang kita sudah turun dan berada di angka 5.000, 6.000, dan akan terus kita turunkan," kata Jokowi.

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Lantas, benarkah kasus Covid-19 harian di Indonesia mengalami penurunan? 

Epidemiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, belum bisa dipastikan apakah saat ini kasus Covid-19 harian di Indonesia benar-benar mengalami penurunan.

Menurut Tonang, alasannya adalah jumlah testing yang dilakukan dengan benar masih kurang.

"Mungkin benar turun, mungkin sebenarnya tidak turun. Sama-sama tidak bisa dipastikan," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/3/2021).

Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia

Dia mengatakan, dalam hal penambahan kasus harian baru, Indonesia pernah mencatatkan angka yang lebih rendah, yakni pada periode Oktober-November 2020.

Kendati demikian, Tonang menyebut, grafik kasus pada saat itu tidak bisa dijadikan patokan untuk mengukur situasi kasus Covid-19 saat ini, karena jumlah testing yang belum mencapai standar.

"Angka waktu itu pun belum bisa dijadikan patokan. Secara rata-rata bulanan, kita mencapai standar minimal baru pada bulan Januari 2021," kata Tonang.

Baca juga: [HOAKS] 17 Negara Larang Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca

Kondisi testing di Indonesia

Menurut Tonang, dalam melihat penurunan kasus Covid-19 harian di Indonesia saat ini, yang perlu diperhatikan adalah jumlah testing yang dilakukan dengan benar.

"Secara tercatat, per 14 Maret 2021, benar memang memenuhi, tapi dengan catatan. Lonjakan itu terjadi sejak mulai dimasukkannya tes antigen ke dalam perhitungan," kata dia.

Tonang mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memang memperbolehkan penggunaan tes antigen untuk mengonfirmasi kasus, tetapi ada syaratnya, yaitu dibolehkan dalam keadaan memang tidak memungkinkan dilakukan tes PCR.

"Maka ada 3 area. Di area A, semua harus PCR, tidak boleh tes antigen. Di area B, hasil antigen positif langsung dinyatakan positif, tapi kalau negatif harus dikonfirmasi dengan PCR. Di area C, kalau antigen positif langsung positif, tapi kalau negatif harus diulang lagi sampai 2 kali tes antigen negatif," ujar Tonang.

"Jadi yang sudah dapat disebut kasus itu, hanya bila ada tes antigen positif di area B dan area C. Tes antigen negatif, harus ada konfirmasi ulang dengan PCR atau tes antigen dulu," katanya melanjutkan.

Baca juga: Swab Anal untuk Deteksi Covid-19 di China, Bagaimana Cara Kerjanya?

Distraksi tes antigen

Dengan berpatokan pada kaidah tersebut, menurut Tonang, pemeriksaan tes antigen untuk diagnostik seharusnya tidak banyak.

Namun, saat ini rata-rata jumlah pemeriksaan tes antigen itu dari sepertiga sampai dua-pertiga jumlah pemeriksaan PCR harian. 

"Repotnya, hasil tes antigen negatif, ikut dihitung langsung sebagai kasus. Padahal yang tes antigen negatif itu baru bisa dihitung sebagai kasus bila sudah dikonfirmasi PCR (area B), atau diulang dengan antigen di area C," kata Tonang.

"Apa iya sebegitu banyak tes antigen itu semua di area C sehingga yang negatif langsung tegak diagnosis negatif?" imbuhnya.

Baca juga: Berkaca dari Temuan Kasus Covid-19 pada Siswa SMK di Jateng, Apa Itu Anosmia?

Menurut Tonang, akibat ketidaksesuian kaidah penggunaan tes antigen untuk diagnosis, yang terjadi adalah perhitungan jumlah pemeriksaan per hari melonjak tinggi.

Padahal sebenarnya masih lebih rendah daripada jumlah pemeriksaan yang dilakukan pada periode Oktober-November 2021.

"Artinya, penurunan kasus saat ini sebenarnya masih di bawah bulan Oktober-November dengan jumlah pemeriksaan yang lebih rendah," kata Tonang.

Baca juga: Melihat Penanganan Covid-19 di India...

Perlu disikapi dengan hati-hati

Sementara itu, epidemiolog dari Griffth University Australia Dicky Budiman mengatakan, penurunan kasus Covid-19 harian di Indonesia perlu disikapi dengan hati-hati.

Dia menilai, meski terjadi penurunan kasus harian, namun tidak serta-merta bisa disebut bahwa Indonesia telah melewati puncak pandemi Covid-19.

"Negara dengan cakupan testing yang luar biasa pun, mereka sangat hati-hati. Karena itu umumnya diketahui setidaknya dua minggu sejak puncak itu terlewati," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/3/2021).

"Jadi ada tren yang sangat menurun, signifikan, yang harusnya ditandai dengan test positivity rate yang setidaknya di bawah delapan persen secara berturut-turut dalam dua minggu, yang menandakan testing, tracing-nya itu memadai," imbuhnya.

Baca juga: Test Positivity Rate Indonesia Termasuk yang Tertinggi, Apa Artinya?

Menilik situasi Indonesia saat ini, dengan test positivity rate yang berada di atas 10 persen, menurut Dicky tidak tepat jika Indonesia dikatakan telah melewati pandemi.

"Karena menandakan testing kita, tracing kita, itu tidak memadai. Kita tidak bisa memprediksi. Jauh lebih banyak kasus infeksi di masyarakat, yang tidak terdeteksi," kata Dicky.

Menurut Dicky, implementasi strategi utama pengendalian pandemi, yakni 3T (test, trace, dan treat) di Indonesia sejauh ini, selalu stabil pada taraf rendah.

"Secara testing saja, kita akan bisa melihat bahwa harusnya 5.000 kasus positif Indonesia, itu besoknya ada 100.000 testing terhadap kasus kontaknya. Itu yang harus terjadi dalam logika program pengendalian," kata Dicky.

"Sehingga kalau itu dilakukan terus-menerus, konsisten, setidaknya dua minggu atau satu bulan, kita akan bisa cukup confident untuk mengatakan 'Kita sudah mencapai puncak', ini tricky-nya di sini," kata Dicky.

Baca juga: Masih Pandemi, Bagaimana Ketersediaan Vaksin Covid-19 di Indonesia?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Vaksin AstraZeneca, Vaksin Covid-19 yang Baru Masuk ke Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com