Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Rusak Tubuh, Narkoba Juga Dapat Merusak Lingkungan, Ini Penjelasannya..

Kompas.com - 25/10/2020, 20:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

Data satelit terbaru Sandoval menunjukkan, sekitar 50.000 hektar koka saat ini dibudidayakan di wilayah Amazon Kolombia.

Untuk menjadi kokain, daun koka utuh diproses di laboratorium rahasia. Proses ini membutuhkan bahan kimia yang sangat beracun, seperti amonia, aseton, dan asam klorida.

Para ilmuwan memperkirakan, jutaan liter zat beracun ini berakhir di tanah dan sungai setiap tahunnya.

Menurut laporan UE 2015, hanya sedikit tumbuhan atau hewan air yang hidup di perairan yang terkontaminasi itu.

Baca juga: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (3): Coca, Kokain, dan Coca Cola

Limbah kimia dari MDMA dan ekstasi

Produksi satu kilogram MDMA murni, zat utama dalam ekstasi, menghasilkan 10 kilogram limbah beracun.

Ini mungkin termasuk natrium hidroksida, asam klorida, dan aseton, zat yang biasanya harus dibuang sebagai limbah berbahaya dengan menggunakan pakaian pelindung.

Institut Penelitian Air Belanda (KWR) memperkirakan, sekitar 7.000 ton zat ini dibuang di suatu tempat dalam drum atau bocor ke tanah dan sungai pada 2017.

Dalam sebuah pengujian yang dilakukan, seorang ilmuwan membenamkan kaki ayam ke dalam larutan natrium hiduroksida. Setelah dua hari, kaki ayam itu hanya tersisa tulangnya.

Perwakilan regional PBB bidang Narkoba dan Kejahatan untuk Asia Tenggara, Jeremy Douglas, mengungkapkan Thailand, Laos, dan Myanmar telah menjadi pusat produksi obat sintesis global dalam beberapa tahun terakhir.

"Kerusakan akibat limpahan air tanah dan habitat sangat parah. Sejujurnya, itu adalah bencana ekologi dan kesehatan masyarakat," kata dia.

Baca juga: 113 Oknum Polisi Dipecat Sepanjang 2020, Mayoritas Terjerat Kasus Narkoba

Penurunan tanah

Menurut laporan PBB, jumlah tanah yang digunakan untuk menanam opium di seluruh dunia pada 2019 ada seluas 337.000 lapangan sepak bola atau 23 kali luas Paris.

Produsen utamanya adalah Myanmar, Mesiko, dan Afghanistan, yang menyumbang 84 persen dari budidaya global.

Ladang opium terbesar di Afghanistan berada di seluruh barat daya negara, tempat yang dulunya hanya berupa gurun yang gersang.

Sebuah laporan oleh sosio ekonom David Mansfield menemukan, air tanah di wilayah itu turun 3 meter per tahun. Sumur sedalam 130 meter kini sedang dibor untuk mencari air.

"Setiap tahun, lebih banyak orang yang tiba di gurun dan memasang sumur dalam bertenaga surya. Ada kekhawatiran lokal bahwa akan segera tiba saatnya produksi pertanian tidak lagi layak," kata dia.

Mansfield memperingatkan, jika air di wilayah itu pada akhirnya habis, kemungkinan besar akan memaksa banyak orang meninggalkan rumah mereka dan memicu eksodus pedesaan.

Baca juga: Jumlah Lahan Opium di Afganistan Meningkat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com