Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (15/10/2020), pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti berpendapat, penyusunan RUU Cipta Kerja tidak cukup diselesaikan dalam 9 bulan.
Ia membandingkan penyusunan RUU Cipta Kerja dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
RUU PKS belum juga tuntas kendati telah dibahas selama 4 tahun, dan bahkan ditarik dari program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.
Bivitri menjelaskan, penyusunan undang-undang melalui metode omnibus seperti RUU Cipta Kerja semestinya memakan waktu yang lama.
Pasalnya, penyusunan RUU Cipta Kerja perlu melibatkan banyak pemangku kepentingan karena banyaknya ketentuan undang-undang yang diubah.
Melihat sejumlah catatan di tahun pertama masa pemerintahan Jokowi-Maruf, Hendri berharap, pada tahun kedua nanti, Jokowi bisa menempatkan kesehatan, ekonomi, serta demokrasi sebagai fokus pemerintah hingga akhir masa jabatannya.
"Demokrasi memang tidak bisa disentuh, tapi gara-gara demokrasi pemerintahan Jokowi-Maruf ini ada, dan demokrasi bisa menjadi catatan sejarah yang baik bagi Pak Jokowi dan Pak Maruf," kata Hendri.
Baca juga: Ketika Jokowi Berkali-kali Mengatakan Tanpa Beban di Periode Kedua...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.