Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Penolak UU Cipta Kerja Bisa Judicial Review, Bagaimana Cara Mengajukannya?

Kompas.com - 10/10/2020, 11:30 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setelah demonstrasi besar-besaran menolak disahkannya omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, Presiden Joko Widodo akhirnya membuka suara pada Jumat (9/10/2020).

Dalam konferensi persnya, ia mempersilakan masyarakat yang keberatan dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi," tegas Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor.

Jokowi mengatakan melakukan uji materi ke MK atas suatu UU merupakan langkah yang sesuai sistem tata negara di Indonesia.

"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu," lanjutnya.

Baca juga: Pernyataan Jokowi soal UU Cipta Kerja Dinilai Tak Jawab Persoalan

Apa itu judicial review?

Dilansir laman Indonesia.go.id, judicial review atau hak uji materi merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.

Judicial review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan MK.

Siapa yang bisa mengajukan judicial review?

Pemohon judicial review adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang.

Seseorang yang bisa mengajukan yaitu:

  1. Perorangan warga negara Indonesia;
  2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
  3. Badan hukum publik atau privat; atau
  4. Lembaga negara.

Baca juga: Saat Judicial Review UU Cipta Kerja Dinilai Sebagai Cara Paling Tepat

Bagaimana prosedur pengajuannya?

Melansir laman resmi MK, ada dua cara untuk mengajukan judicial review, yaitu online dan offline atau permohonan langsung.

Pada permohonan langsung alurnya adalah sebagai berikut:

  1. Pemohon datang menghadap Pranata Peradilan Registrasi Perkara untuk mendaftarkan permohonan.
  2. Pranata Peradilan Registrasi Perkara menerima dan mencatat pihak yang mengajukan permohonan dalam buku penerimaan permohonan. Selanjutnya Pemohon menyerahkan berkas permohonan sebanyak 12 rangkap.
  3. Pranata Peradilan Perkara memeriksa kelengkapan berkas permohonan sesuai dengan ketentuan pasal 29 dan 31 UU nomor 8 tahun 2011. Lalu hasilnya dituangkan dalam formulir ceklis. Kemudian Pranata Peradilan Perkara membuat lembar disposisi yang selanjutnya disampaikan kepada Panitera Muda.
  4. Berkas diproses oleh internal Mahkamah Konstitusi.
  5. Pranata Peradilan Perkara menerima berkas permohonan yang telah lengkap dan memenuhi syarat. Kemudian mencatatnya dalam BRPK dan membuat tanda terima permohonan untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemohon.
  6. Pemohon telah selesai melakukan pendaftaran permohonan.

Baca juga: Disahkan DPR, Adakah Cara Membatalkan UU Cipta Kerja?

Sementara itu, pengajuan judicial review secara online alurnya sebagai berikut:

  1. Pemohon atau kuasanya mengajukan permohonan online. Selanjutnya pemohon atau kuasanya mengunjungi laman Mahkamah Konstitusi https://mkri.id/.
  2. Pemohon atau kuasanya melakukan registrasi secara online untuk mendapatkan nama identifikasi (username) dan kode akses (password) untuk mengakses https://simpel.mkri.id/.
  3. Pemohon meng-upload softcopy permohonan (syarat permohonan online diatur dalam pasal 8 PMK nomor 18 tahun 2009) ke dalam Sistem Informasi Manajemen Penerimaan Permohonan Perkara (SIMPEL).
  4. Mencetak atau mem-print tanda terima pengajuan permohonan online yang telah tersedia dalam SIMPEL.
  5. Permohonan online diterima dalam SIMPEL Mahkamah Konstitusi.
  6. Pranata Peradilan Registrasi Perkara menerima dan menyampaikan konfirmasi kepada Pemohon atau kuasanya dalam waktu 1 hari setelah dokumen permohonan masuk dalam SIMPEL Mahkamah Konstitusi (pasal 9 ayat 1 PMK Nomor 18 tahun 2009).
  7. Pemohon atau kuasanya menjawab konfirmasi dengan menyampaikan secara tertulis kepada Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 hari sejak permohonan diterima oleh Mahkamah Konstitusi, dengan disertai penyerahan 12 rangkap dokumen asli (hard copy) permohonan.

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja di Mana-mana, Apa Pelajaran untuk Pemerintah dan DPR?

Ketentuan berkas

Masih dari laman Indonesia.go.id, permohonan yang diajukan ke MK harus ditulis dalam bahasa Indonesia baku, ditandatangani oleh pemohon/kuasanya dan dibuat dalam 12 rangkap.

Permohonan yang dibuat harus memuat jenis perkara yang dimaksud, disertai bukti pendukung dengan sistematika:

  • Identitas dan legal standing posita
  • Posita petitum 
  • Petitum (hal yang dimintakan pemohon kepada hakim untuk dikabulkan)

Untuk permohonan online, menurut pasal 8 PMK nomor 18 tahun 2009, permohonan diajukan dalam Bahasa Indonesia. Permohonan memuat:

  • Identitas pemohon, seperti nama, alamat lengkap pemohon, nomor telepon, nama identifikasi (user name), kode akses (password), dan alamat surat elektronik (e-mail) Pemohon dan/atau kuasanya.
  • Uraian yang jelas tentang duduk perkara atau dasar permohonan (posita), pengujian yang diminta (formil atau materiil), dan hal-hal yang diminta untuk diputuskan.

Baca juga: Jokowi Bantah UU Cipta Kerja Permudah PHK, Bagaimana Faktanya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com