Jika didiamkan, akan terjadi potensi penularan di tempat-tempat seperti itu.
"Ini salah satu contoh kecil, apalagi di daerah pedalaman. Bisa jadi hal serupa banyak terjadi," ujar Dicky.
Dihubungi secara terpisah, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono, mengatakan, munculnya pengobatan alternatif karena pengobatan formal di rumah sakit tak mudah diakses oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.
Selain itu, tingkat kepastian kesembuhan saat berobat di rumah sakit juga tak selalu sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
"Masalah-masalah struktural pembiayaan, akses, dan juga informasi mengakibatkan munculnya pengetahuan alternatif yang dalam beberapa hal, didukung bukti-bukti penyembuhan di masyatrakat, maka itulah sebabnya muncul alternatif ke orang-orang pintar dan kiai," kata Drajat.
Baca juga: Corona Meluas, Simak Cara Pemakaian Masker yang Tepat Berikut Ini
Jika masalah-masalah itu bisa diatasi, Drajat menyebutkan, tingkat kunjungan masyarakat ke tempat pengobatan non-formal akan menurun.
Drajat juga menyoroti stigma negatif pasien Covid-19 yang selama ini sering mendapat pengucilan di masyarakat.
"Nah ini yang menyebabkan kalau orang yang mau berobat ke dokter khawatir dituduh seperti itu. Sementara kalau ke kiai, ke orang-orang pintar, dia tidak mendapat stigma itu," jelas dia,
"Sebagai langkah pertama mereka akan ke tempat itu. Sebaliknya, rumah sakit akan menjadi tujuan terakhir ketika sudah tidak bisa ditangani oleh tempat alternatif," kata Drajat.
Baca juga: Mengenal 9 Kandidat Vaksin Virus Corona