Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ragam Reaksi Pengesahan UU Cipta Kerja, dari Kecewa hingga Apresiasi

Kompas.com - 06/10/2020, 19:30 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

Menurut para akademisi, pengesahan UU tersebut terkesan memaksakan kehendak dan berada di luar batas kewajaran.

Selain itu, aspirasi publik pun tidak didengar, tetapi justru dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar dampak bagi hak-hak dasar warga.

Setidaknya, ada lima masalah mendasar yang dikritik para akadeisi dalam UU Cipta Kerja, yaitu masalah sentralisasi seperti kondisi Orde Baru, aturan anti-lingkungan hidup, liberalisasi pertanian, pengabaian HAM, dan pengabaian prosedur pembentukan UU.

Baca juga: Investor Asing Peringatkan UU Cipta Kerja Ancam Hutan Tropis Indonesia

Formappi

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan, pembahasan hingga pengesahan RUU Cipta Kerja yang kilat dan senyap menunjukkan pemerintah dan DPR tidak berempati kepada masyarakat di masa pandemi Covid-19.

"Masa pandemi yang semestinya harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan DPR untuk mencari solusi atas pandemi justru jadi pilihan strategis untuk meloloskan RUU Cipta Kerja," kata Lucius melalui pesan singkat, Senin (5/10/2020).

Menurut dia, cepatnya pembahasan RUU Cipta Kerja tidak layak dianggap sebagai prestasi, karena bertentangan dengan keinginan rakyat. 

Penyebabnya, rakyat yang diwakili DPR jelas menantang pembahasan dan pengesahan UU tersebut karena merugikan mereka yang kebanyakan merupakan kelas pekerja.

Baca juga: #BatalkanOmnibusLaw Trending, Ini Sederet Alasan Penolakan RUU Cipta Kerja

Kode Inisiatif

Kode Insiatif menilai omnibus law UU Cipta Kerja mencederai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).

Menurut Koordinator Bidang Konstitusi dan Ekonomi Kode Inisiatif, Rahmah Mutiara, mengatakan UU Cipta Kerja secara jelas menghapuskan kewenangan daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri.

"Hal tersebut tampak dari skema pemberian izin yang sentralistis, yaitu hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. Sementara, daerah hanya diberikan fungsi pengawasan saja" jelasnya.

Salah satu perizinan yang diatur adalah soal penetapan analisis dampak lingkungan (amdal) kegiatan usaha yang mutlak berada pada pemerintah pusat.

Selain itu, Rahmah menilai pembahasan RUU Cipta Kerja tidak partisipatif karena hanya menghadirkan para pihak yang pro dengan draf aturan dan tidak melibatkan aktor terdampak langsung seperti buruh atau pekerja.

Baca juga: [INFOGRAFIK] Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan sikap para politisi di DPR yang menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja di tengah penolakan dari berbagai elemen masyarakat. 

Anwar mengatakan, pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan para politikus di Senayan lebih mendengarkan aspirasi segelintir orang dibandingkan masyarakat yang memilih mereka.

Ia menilai, banyak wakil rakyat di DPR yang tersandera sehingga tidak berani menyuarakan kepentingan publik yang lebih luas, yang sering berseberangan dengan kepentingan pimpinan partai politik.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com