KOMPAS.com - Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan spesifikasi masker kain ber-SNI.
Aturan tersebut tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil-Masker dari kain. Penetapan aturan ini didasarkan pada Keputusan Kepala BSN Nomor 408/KEP/BSN/9/2020.
Namun demikian, Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN Nasrudin Irawan mengungkapkan bahwa saat ini, masih diperlukan persiapan untuk sampai pada tahap produksi.
Oleh karena itu, untuk sementara, masker kain masih dapat dijual bebas.
Menurut dia, setelah ada lembaga sertifikasi nantinya, karena bersifat sukarela, maka masker masih bisa dijual bebas.
Namun, produsen mulai bisa membuat masker menyesuaikan dengan SNI yang ada, meskipun tidak bersertifikasi.
"Di pasar nanti, akan ada masker yang ber-SNI dan tidak, konsumen bisa memilih. Namun, bila produknya tidak memenuhi standar dan belum dapat sertifikat, maka tidak boleh memasang tanda SNI," tambahnya.
Baca juga: Ramai soal Masker Scuba, Bolehkah Dipakai di Kereta Api Jarak Jauh?
Sehingga, selama pemberlakuannya bersifat sukarela, maka masker kain masih bisa dijual bebas.
Seperti diketahui, produsen harus melengkapi sejumlah prosedur untuk memperoleh sertifikasi atau label SNI ini.
Lantas, apa manfaat dan bagaimana cara mendapatkan label SNI untuk suatu produk secara umum?
Melansir laman Indonesia.go.id, label SNI akan melindungi hak-hak dan juga kewajiban dalam proses produksi atau pemasaran suatu produk.
Sehingga, produsen akan memiliki jaminan kualitas pada barang-barang yang diproduksi.
Namun, masih banyak pelaku usaha atau bisnis yang belum memahami cara mengurus atau mendapatkan label SNI untuk barang yang diproduksi.
Baca juga: Malaysia Berlakukan Denda Rp 3,4 Juta bagi yang Tak Pakai Masker
Berikut adalah cara atau prosedur yang harus dijalani untuk mengurus atau mendapatkan label SNI: