Hampir semua mengatakan mereka ditendang, dicambuk dengan ekor ikan pari beracun atau dipukuli jika mereka mengeluh atau mencoba beristirahat.
Dalam kasus terburuk, banyak orang melaporkan cacat hingga kematian di atas kapal. Mereka dibayar sedikit, bahkan ada yang tidak dibayar.
Agen perekrut para budak sangat kejam, mereka merekrut anak-anak dan orang cacat. Bahkan rela berbohong tentang upah hingga membius dan menculik migran.
Para budak yang diwawancarai AP tak tahu ke mana ikan tangkapan mereka dijual. Mereka hanya tahu bahwa itu sangat berharga, mereka tidak diizinkan memakannya.
Tapi berdasarkan penelusuran AP, ikan-ikan itu dapat berakhir di toko-toko kelontong utama Amerika seperti Kroger, Albertsons dan Safeway, Wal Mart, Sysco, Fancy Feast, Meow Mix dan Iams.
AS menganggap Thailand sebagai salah satu pemasok utama makanan lautnya, dan membeli sekitar 20 persen dari ekspor tahunan negara itu sebesar 7 miliar dolar AS di industri.
Baca juga: Saat Jonan, Susi Pudjiastuti hingga Rudiantara Masuk Bursa Bos BUMN...
Di dermaga di Benjina, banyak budak diturunkan dari kapal tanpa bekal. Mereka akhirnya terlantar di pulau berhutan lebat.
Para budak itu makan dan minum dari air hujan, hidup dalam ketakutan akan penangkap budak yang disewa.
Tak jauh dari pantai dengan karang tajam, ada sebuah kuburan nelayan. Para budak yang meninggal dimakamkan dengan nama Thailand palsu yang diberikan saat ditipu atau dijual ke pemilik kapal.
Kuburan itu menampung lebih dari 60 nisan yang tertutup rerumputan tinggi.
Penanda sederhana dibuat dari spidol kayu kecil dilabeli dengan rapi. Hanya teman-teman mereka yang ingat di mana mereka dibaringkan.
Di masa lalu, mantan budak Hla Phyo mengatakan, pengawas di kapal hanya melemparkan mayat ke laut untuk dimakan oleh hiu.
Tetapi kemudian pihak berwenang dan perusahaan-perusahaan mulai menuntut agar setiap orang bertanggung jawab atas daftar orang sekembalinya mereka berlayar.
Lalu para kapten mulai menyimpan mayat di samping ikan dalam freezer kapal sampai mereka tiba kembali di Benjina.
Baca juga: Beda Kebijakan Edhy Prabowo dengan Susi Pudjiastuti...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.